Langsung ke konten utama

Contoh Skripsi pendidikan Bahasa Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
      Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran, serta pembentukan sikap, dan kepercayaan pada peserta didik. Seperti yang dikatakan Aunurrahman (2013: 9) pembelajaran ialah sebagai proses transfer informasi dari guru kepada siswa. Pembelajaran yang dimaksud ialah seperti apa yang dilakukan di sekolah setiap harinya, di sekolah tiap harinya terjadi proses informasi dari guru ke siswa. Guru mempunyai berbagai macam cara untuk mentransferkan informasi atau memberikan ilmu kepada siswanya baik menggunakan model, strategi, media, dan lain-lain. Penjelasan di atas itulah yang dimaksud dalam pembelajaran.
1
Di dalam kegiatan belajar mengajar dalam kelas, guru yang sangat berperan penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran. Seorang guru harus mempersiapkan segalah hal yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar. Salah satu faktor yang diperlukan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran yaitu model pembelajaran. Dalam kegiatan belajar mengajar dibutuhkan suatu model pembelajaran yang menarik perhatian siswa, agar siswa tidak merasa bosan dengan materi yang diajarkan oleh guru. Ada banyak model pembelajaran yang berkembang untuk membantu siswa agar tidak merasa bosan dalam pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang kretif dan produktif  adalah model role playing. Model role playing adalah model pembelajaran permainan gerak yang di dalamnya ada aturan-aturan tertentu (bermain peran). Menurut Huda (2014: 209) role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankan diri sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan  lebih dari satu orang, bergantung pada apa yang diperankan. Menurut Huda (2014: 2010) ada beberapa keunggulan yang bisa diperoleh siswa dengan menggunakan metode Role Playing ini. Diantaranya adalah: 1) dapat memberikan kesan pembelajaran yang kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa; 2) biasa menjadi pengalaman belajar menyenangkan yang sulit untuk dilupakan; 3) membuat suasana kelas menjadi lebih dinamis dan antusiastis; 4) membangkitkan gairah dan se angat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan; dan 5) memungkinkan siswa terjun langsung memerankan sesuatu yang akan dibahas dalam proses belajar.

Strategi pembelajaran role playing cocok dipakai dalam pelajaran bahasa indonesia, khususnya dalam pembelajaran SMP kelas VII kurikulum 2013 yaitu materi teks fabel. Penelitian ini difokuskan pada kompetensi dasar memerankan isi teks fabel.  Teks fabel adalah suatu cerita yang tokoh-tokohnya adalah binatang berperilaku sebagai manusia dan memiliki nilai moral. Teks fabel ini bukan hanya semata-mata hiburan tetapi suatu cerita yang memiliki nilai moral. Pelajaran yang terdapat pada isi teks fabel ini sangatlah penting untuk kita pelajari, karena teks fabel ini mengandung nilai-nilai moral yang bisa kita jadikan pelajaran dalam kehidupan sehari-hari.
Teks fabel memiliki empat bagain struktur yang terkandung di dalamnya (a) orientasi, bagian awal yang berisi pengenalan tokoh, latar tempat dan waktu. (b) komplikasi, urutan peristiwa kejadian yang dihubungkan secara sebab akibat. Bagian ini tokoh utama berhadapan dengan masalah (problem).  Jika tidak ada masalah, masalah harus diciptakan.  (c) resolusi, pada struktur ini pengarang mengungkapkan solusi yang dialami tokoh. Bagian ini merupakan kelanjutan dari komplikasi, yaitu pemecahan masalah. Masalah harus diselesaikan dengan cara yang kreatif.  (d) koda, koda merupakan bagian akhir cerita yang biasanya berupa kesimpulan.
Melalui penerapan strategi pembelajaran role playing pada pelajaran memerankan isi cerita fabel, siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto diharapkan dapat: (a) memerankan isi cerita fabel sesuai dengan mimik, gerak gerik, bahasa lisan semua tokoh sesuai dengan watak yang harus diperankan, (b) siswa mengungkapkan perkenalan tentang tokoh dan latar cerita dengan gaya yang kreatif dan sesuai isi cerita fabel, (c) isi pemeranan sesuai pada tahap konflik, (d) pemeranan pada tahap resolusi sesuai, (e) pesan-pesan moral dalam koda diungkapkan siswa dengan tepat.
Dengan penerapan strategi role playing siswa dapat secara langsung melihat dan memerakan isi cerita fabel. Seperti yang sudah dijelaskan di atas mengenai strategi pembelajaran role playing, bahwa siswa nantinya dalam pembelajaran akan secara aktif memerankan dan  melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) pada situasi tertentu. Dengan strategi role playing juga siswa dapat melatih keterampilan ber bicara dengan bahasa yang baik dan benar.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan peneletian tentang “Penerapan strategi role playing  dalam pembelajaran memerankan isi fabel pada Siswa Kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto Tahun Ajaran 2016/2017”.

1.2  Fokus Penelitian
1.2.1        Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu.           
1.      Bagaimanakah penerapan strategi pembelajaran Role Playing dalam pelajaran memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto ?
2.      Bagaimanakah kemampuan siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto dalam memerankan isi fabel terhadap penerapan strategi pembelajaran role playing ?
3.      Apa saja faktor-faktor penghambat dalam penerapan strategi pembelajaran Role Playing dalam pelajaran memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto ?
4.      Upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul dalam penerapan strategi pembelajaran role playing dalam pelajaran memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto ?    


1.2.2 Tujuan penelitian
1.      Mendeskripsikan penerapan strategi pembelajaran Role Playing dalam pelajaran memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto ?
2.      Mendeskripsikan kemampuan siswa siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto dalam memerankan isi fabel terhadap penerapan strategi pembelajaran role playing.
3.      Mendeskripsikan apa saja faktor-faktor penghambat dalam penerapan strategi pembelajaran role playing dalam pelajaran memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto.
4.      Mendeskripsikan solusi yang dilakukan guru untuk mengatasi masalah yang timbul dalam penerapan strategi pembelajaran role playing dalam pelajaran memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto.
1.3 Kegunaan penelitian
Adapun kegunaan atau manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1.      Bagi Guru
a.       Untuk memberikan solusi strategi pembelajaran terhadap pelaksanaan pembelajaran memerankan isi teks fabel.
b.      Untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan.
2.      Bagi Siswa
a.       Meningkatkan keterampilan siswa dalam memerankan isi teks fabel.
b.      Siswa tidak kesulitan lagi untuk memerankan isi teks fabel secara benar.
c.       Menanamkan pemahaman pada siswa bahwa dalam pembelajaran memerankan isi teks fabel ini bukanlah pembelajaran yang membosankan tapi menyenangkan.
3.      Bagi Sekolah
a.       Memberikan kontribusi positif bagi sekolah dalam mengembangkan model pembelajaran.
b.      Memberikan pengalaman bagi sekolah berkaitan dengan kegiatan penelitian.
1.4  Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya kesalahan penafsiran, maka dikemukakan secara operasional istilah atau kata-kata yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1.      Role playing atau bermain peran adalah suatu strategi dalam proses penerapannya menekankan aktivitas pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain.
2.      Memerankan adalah kegiatan menjadi orang lain sesuai tuntunan lakon drama.
3.      Teks fabel adalah cerita yang di dalamnya ialah tokoh-tokohnya binatang berperilaku seperti manusia, teks fabel bukan hanya cerita hiburan tetepi juga mengandung nilai moral.
4.      Pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu proses penerapan strategi role playing dalam pembelajaran memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto. Materi pembelajaran dalam penilitian ini adalah materi teks fabel dengan KD memerankan isi cerita fabel. Dalam pembelajaran siswa dituntut untuk mampu memerankan atau melakonkan isi cerita fabel. Siswa yang dimaksud dalam objek penlitian ini ialah dikhususkan siswa kelas   VII.5 SMP Negeri 1 Limboto tahun ajaran 2016-2017. Guna dari penelitian ini untuk melihat kecocokan antara strategi dengan materi yang diajarkan. Dengan tahapan akhir evaluasi yang dilihat dari penilaian yang sudah di tentukan oleh guru berupa beberapa aspek kriteria yang harus dicapai dalam pemeranan, disinilah dapat dilihat apakah siswa mampu mencapai indikator yang ingin dicapai yaitu memerankan isi cerita fabel.










BAB II
ACUAN TEORI

2.1  Kajian yang Relevan Sebelumnya
Kajian yang relevan yang pernah dilakukan sebelumnya adalah kajian tentang menulis teks fabel dengan menggunakan metode example non example  di SMP. Selengkapnya hasil kajian dipaparkan sebagai berikut.Kefektifan Penggunaan Model Example Non-example dalam pembelajaran menulis teks fabel pada siswa kelas VII SMP Negeri 6 Magelang.”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan keterampilan menulis teks fabel antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model example non-example dengan kelompok siswa yang tidak mengikuti pembelajaran dengan model example non-example dan untuk mengetahui keefektifan penggunaan model example non-example dalam pembelajaran menulis teks fabel siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Magelang. Adapun juga kajian relevan yang pernah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan strategi role playing SMP 2 Suwawa, selengkapnya dipaparkan sebagai berikut. “Penerapan Model Bermain Peran (role playing) dalam Pembelajaran Teks Tanggapan Deskripsi Pantun pada Siswa Kelas VII SMPN 2 Suwawa TP. 2014/2015”. Penelitian deskriptif ini adalah untuk menggambarkan fakta yang sebenarnya mengenai pembelajaran teks tanggapan deskriptif pantun dengan menggunakan model role playing.
8
 

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen semu. Desain penelitian ini menggunakan rancangan pretest-posttest control group design. Variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu variabel bebas berupa model example non-example dan variabel terikat berupa kemampuan menulis teks fabel. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Magelang. Sample diambil dengan teknik simple random sampling, kemudian ditetapkan kelas VIII C sebagai kelompok eksperimen dan kelas VIII D sebagai kelompok kontrol. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes, yaitu berupa tes menyusun teks cerita fabel.
Relevensinya dengan penelitian ini sama-sama meneliti teks fabel dalam pembelajaran. Akan tetapi perbedaannya yakni Fikar Radhika meneliti bagamana proses pelaksanaan pembelajaran menulis teks fabel dengan menggunakan model example non example. Sedangkan penelitian ini lebih kepada penerapan Model pembelajaran role playing dalam pelajaran memerankan isi fabel.
2.2 Kajian Teori
2.2.1 Hakikat Teks Cerita Fabel
2.2.1.1 Pengertian Teks Cerita Fabel
            Teks cerita fabel adalah cerita tentang kehidupan binatang yang berperilaku menyerupai manusia. Cerita fabel sering juga disebut cerita moral karena pesan yang ada di dalam cerita fabel berkaitan erat dengan moral. Cerita fabel berisi sebuah cerita yang di dalam tokoh-tokonya atau pemerannya itu hewan yang berperilaku seperti manusia. Teks ini bukanlah hiburan semata tetapi mengandung pembelajaran yang dapat kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. teks fabel digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan moral kepada pembaca, dengan tujuan agar pembaca tidak mudah tergodah untuk melakukan tindakan tercelah.
            Menurut Didipu (2013: 72) fabel adalah jenis dongeng yang tokoh-tokoh di dalam adalah hewan atau binatang. tokoh-tokoh binatang alam fabel dianggap sebagai representasi tokoh manusia secara nyata. Sudarmadji, dkk (2010: 12) melengkapi pendapat di atas bahwa fabel adalah cerita tentang dunia hewan atau tumbuhan-tumbuhan yang seolah-olah bisa berbicara seperti umumnya manusia. Fabel biasanya menceritakan tentang kehidupan di alam mereka, dimana mereka hidup dan tinggal. Sama halnya dengan pendapat yang sudah diuraikan tadi, dipertegas lagi oleh Sugihastuti (2013: 26) bahwa fabel sebagai teks persuasif, yang berarti bahwa teks yang mengajarkan sesuatu, yang meyakinkan, kadang kalah bersifat humor, mengharukan, dan yang memberi informasi.
Menurut Danandjaja (2000: 83) teks fabel adalah salah satu jenis dongeng mengenai dunia binatang, dimana binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-olah sebagai manusia. Tokoh-tokoh dalam cerita teks fabel semuanya binatang, binatang tersebut diceritakan mempunyai akal, tingkah laku, dan pendapat berbicara seperti manusia.Watak dan budi manusia juga digambarkan sedemikian rupa melalui tokoh binatang tersebut. Tujuan teks memberikan ajaran moral dengan menunjukkan sifat-sifat jelek manusia melalui simbol binatang-binatang. Melalui tokoh binatang, pengarang ingin mempengaruhi pembaca agar mencontoh yang baik dan tidak mencontoh yang tidak baik.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa cerita fabel adalah cerita tentang kehidupan binatang yang berperilaku menyerupai manusia. Teks cerita fabel bukanlah cerita hiburan semata, tetapi cerita yang juga mengandung nilai moral atau terdapat pembelajaran. Sebab itu teks cerita fabel dalam penelitian ini sangatlah penting untuk siswa pahami, karena mengandung nilai moral atau pelajaran yang dapat siswa petik untuk dijadikan pembelajaran dalam kehiduan sehari-hari. Berdasarkan konsep pengertian teks cerita fabel yang sudah dijabarkan, maka penjelasan tersebut dapat dijadikan acuan konsep penelitian ini.
2.2.1.2 Ciri-Ciri Teks Cerita Fabel
Cirikhasnya masing-masing sama halnya dengan teks fabel menurut Nurgiyantoro (2010: 22-23) teks fabel memiliki ciri berupa tokoh binatang-binatang yang dapat berbicara, bersikap, dan berperilaku sebagaimana halnya manusia. Pada umumnya fabel tidak panjang secara jelas mengandung ajaran moral dan pesan moral itu secara nyata biasanya ditempatkan pada bagian akhir cerita. Menurutnya, cerita fabel bersifat universal artinya cerita ini ditemukan diberbagai masyarakat didunia. Biasanya ada binatang tertentu yang dijadikan primadona tokoh misalnya kancil, tupai, rubah, dan lain-lain bergantung pada pemilihan masyarakat pemiliknya. Seting hanya dijadikan latar belakang penceritaan dan tidak jelas waktu kejadiannya, tapi biasanya menunjukan masa lampau.
Sementara itu  menurut Sugihastuti (2013: 25-26) berpendapat bahwa fabel disebut juga sebagai teks persuasif. Teks persuasif ini terutama mementingkan penerima, pembaca, atau dalam hal komunikasi lisan adalah pendengar. Ciri persuasif inilah yang sering mengantarkan fabel sebagai teks yang deduktif. Menyambung dengan penjelasan di atas, Sulistiyorini (2014: 627) yang menyatakan bahwa dalam teks fabel mengandung nilai-nilai moral maupun etika yang dapat diteladani. Di dalamnya ada sikap, tutur kata, maupun perilaku tokoh yang dapat diambil nilai-nilai moral maupun etika yang dapat di teladani.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teks fabel bercirikan (1) bertokoh binatang dengan sikap/tingkah laku yang menyerupai manusia, (2) bersifat persuasif, artinya mengajak untuk berbuat kebaikan, dan (3) secara umum teksnya tidak terlalu panjang. Teksnya yang tidak terlalu panjang mempermudah pembaca untuk memetik pesan moralnya secara tepat dan cepat. Berlandaskan konsep ciri-ciri cerita fabel ini daharapkan siswa benar-benar memahami cici-cirinya. Dengan demikian dalam pemeranan nantinya tergambarkan secara jelas ciri-ciri cerita fabel.
2.2.1.3 Struktur Cerita Fabel
Apabila membicarakan struktur teks fabel ternyata tidak jauh beda dengan teks cerita pendek. Teks cerita pendek disusun dengan struktur yang terdiri atas orientasi, komplikasi, dan resolusi. Sementara itu, teks fabel ditambah dengan struktur koda pada bagian akhir sehingga terbentuk struktur orientasi, komplikasi, resolusi, dan koda. (kemendikbud, 2013: 189). Struktur teks fabel secara umum termasuk dalam kategori jenis teks sastra naratif karena teks sastra naratif biasanya menceritakan tentang suatu hal yang benar-banar tidak terjadi (imajinasi pengarang). Teks ini mempunyai tujuan untuk menghibur pembaca, mendidi, dan menyampaikan refleksi tentang pengalaman pengarangnya.
Struktur teks fabel menurut Sudarwati dan Grace (2005: 43) adalah: (1) orientasi: pengenalan tokoh karakter, waktu, dan tempat yang terjadi (siapa/apa, kapan, dan dimana); (2) komplikasi: tokoh dalam cerita mengalami sebuah permasalahan atau pengembangan konflik/kejadian); dan (3) resolusi: penyelesaiyan konflik dalam cerita.
Sementara itu menurut Zabadi, dkk. (2014) menjelaskan tentang struktur teks fabel sebagai berikut.
a.       Orientasi
Bagian awal cerita yang berisi pengenalan tokoh, latar tempat, suasana, dan waktu serta masuk ketahap awal berikutnya.
b.      Komplikasi
Bagian dimana tokoh dalam cerita berhadapan dengan masalah, masalah harus diciptakan.
c.       Resolusi
Bagian ini merupakan kelanjutan dalam kmplikasi, yaitu pemecahan masalah.
d.      Koda
Pengubahan yang terjadi pada tokoh dan pelajaran yang dipetik dari akhir cerita tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa struktur teks fabel terdiri atas orientasi ( pengenalan tokoh dan latar), komplikasi (tahap permasalahan), resolusi (tahap penyelesaian), dan koda (pengubahan tokoh/amanat). Dengan adanya penjelasan mengenai struktur cerita fabel ini kita dapat memahami susunan atau struktur yang benar dalam cerita.
2.2.1.4 Contoh Struktur Cerita Fabel
Kupu-Kupu Berhati Mulia
a. Orientasi
Dikisahkan pada suatu hari yang cerah ada seekor semut berjalanjalan di taman. Ia sangat bahagia karena bisa berjalan-jalan melihat taman yang indah. Sang semut berkeliling taman sambil menyapa binatang-binatang yang berada di taman itu.

b. Komplikasi
Ia melihat sebuah kepompong di atas pohon. Sang semut mengejek bentuk kepompong yang jelek yang tidak bisa pergi ke mana-mana. 
“Hei, kepompong alangkah jelek nasibmu. Kamu hanya bisa menggantung di ranting itu. Ayo jalan-jalan, lihat dunia yang luas ini. Bagaimana nasibmu jika ranting itu patah?” 
Sang semut selalu membanggakan dirinya yang bisa pergi ke tempat ia suka. Bahkan, sang semut kuat mengangkat beban yang lebih besar dari tubuhnya. Sang semut merasa bahwa dirinya adalah binatang yang paling hebat. Si kepompong hanya diam saja mendengar ejekan tersebut. 
Pada suatu pagi sang semut kembali berjalan ke taman itu. Karena hujan, di mana-mana terdapat genangan lumpur. Lumpur yang licin membuat semut tergelincir ke dalam lumpur. Ia terjatuh ke dalam lumpur. Sang semut hampir tenggelam dalam genangan itu. Semut berteriak sekencang mungkin untuk meminta bantuan. “ Tolong, bantu aku! Aku mau tenggelam, tolong..., tolong....!

c. Resolusi
Untunglah saat itu ada seekor kupu-kupu yang terbang melintas. Kemudian, kupu-kupu menjulurkan sebuah ranting ke arah semut. 
“Semut, peganglah erat-erat ranting itu! Nanti aku akan mengangkat ranting itu.” 
Lalu, sang semut memegang erat ranting itu. Si kupu-kupu mengangkat ranting itu dan menurunkannya di tempat yang aman. Kemudian, sang semut berterima kasih kepada kupu-kupu karena kupu-kupu telah menyelamatkan nyawanya. Ia memuji kupu-kupu sebagai binatang yang hebat dan terpuji. 
Mendengar pujian itu, kupu-kupu berkata kepada semut. “Aku adalah kepompong yang pernah diejek,” kata si kupukupu. Ternyata, kepompong yang dulu ia ejek sudah menyelamatkan dirinya.”
d. Koda
Akhirnya, sang semut berjanji kepada kupu-kupu bahwa dia tidak akan menghina semua makhluk ciptaan Tuhan yang ada di taman itu.


2.2.1.5  Kaidah Kebahasaan Teks Cerita Fabel.
Secara umum kaidah dapat juga diartikan sebagai pedoman atau aturan yang perlu ditaati dalam sebuah teks. Namun konteks kaidah teks fabel ini lebih mengarah pada ciri-ciri kebahasaanya. Fabel adalah jenis dongeng yang menggunakan hewan sebagai tokoh cerita, maka bahasa dalam fafel dimanfaatkan untuk menggambarkan sifat-sifat hewan yang memiliki kemiripan atau kesamaan sifat manusia.
a.       Mengklasifikasi kata kerja
Kata kerja dikenal juga dengan sebutan verba. Menurut Alwi dkk (2003: 87-88) ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati perilaku semantic, perilaku sintaksis, dan bentuk morfologi. Akan tetapi secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama dari adjektiva, karena ciri-ciri: (a) verba memilki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain; (b)verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat; (c) pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti ‘agak belajar’, ‘sangat pergi’, dan ‘bekerja’ sekali meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali.
b.      Penggunaan kata sandang
Kaidah penulisan si dan sang terpisah dengan kata yang diiutinya. kata si dan sang ditulis dengan huruf kecil, bukan huruf kapital. Perhatikan contoh penggunaan dalam kalimat-kalimat tersebut. Bedakan dengan contoh berikut ini.
1.      Bagaimana caranya agar si kecil rajin belajar ? Tanya ibu.
2.      Si Yamyam dan si Monmon namanya.
Kata kecil pada Kalimat 1) ditulis dengan huruf kecil karena bukan merupakan nama. Pada kalimat 2) Yamyam dan Monmonditulis dengan huruf Y dan M kapital karena dimaksudkan sebagai panggilan atau nama julukan. Penjelasan tersebut dipertegas dengan pendapat waridah (2014:32) yang mengungkapkan bahwa kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Huruf awal si dan sang ditulis huruf capital jika kata-katanya itu diperlukan sebagai unsur nama diri. jadi, si dan sang benar-benar perlu perhatian antara merujuk nama diri atau bukan.
c.       Penggunaan kata keterangan tempat dan waktu
Di dalam teks fabel biasanya mengikut sertakan kata keterangan tempat dan kata keterangan waktu untuk menghidupkan suasana. Keterangan tempat menunjukan lokasi terjadinya peristiwa, kegiatan, atau keadaan. Frasa tempat sangat sederhana, yaitu terdiri atas preposisi di atau ke atau dari, diikuti FN (Frasa nomina) seperti ditempat ini, ke kota itu, dan dari tepi pantai. Sementara itu, keterangan waktu menunjukan jangka waktu atau lama kegiatan, proses atau keadaan sesuatu, seperti detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan ,tahun.
d.      Penggunann kata hubung lalu, kemudian, dan akhiran.
Suatu peristiwa atau keadaan dapat terjadi secara tahapan atau tingkatan urutan waktu sehingga terdapat permulaan, lanjutan, dan akhirnya. Urutan tingkatan atau tahapan itu tentu diakomodasikan oleh bahasa sehingga pemakai dapat menyatakan urutan tingkatan itu sesuai dengan kebiasaan tingkah laku pemakaian-pemakaian itu (Samsuri, 1982: 385) Kata lalu dan kemudian memiliki makna yang sama. Kata itu digunakan sebagai penghubung antara kalimat dan intrakalimat. Kata ‘akhirnya ‘ biasanya digunakan untuk menyimpulkan dan mengakhiri informasi dalam paragraf atau dalam teks.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita lihat bahwa teks fabel memiliki kaidah kebahasaan yang harus ditaati. Dengan ini nantinya kita dalam menentukan teks fabel dalam pemeranan pembelajaran harus sesuai dengan penjelasan kaidah kebahasaan teks fabel. Sebab itu kita harus benar-benar paham mengenai kaidah kebahasaannya.
2.2.2 Hakikat Strategi Role Playing
2.2.2.1 Pengertian Strategi Role Playing.
Menurut Huda (2014: 208-209) Role Playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang di dalamnya ada tujuan, aturan, dan edutainment. Dalam rencana pembelajaran, siswa dikondisikan pada situasi tertentu diluar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, Role Playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas di mana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain.
Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankan diri sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan  lebih dari satu orang, bergantung pada apa yang diperankan. Pada strategi Role Playing, titik tekannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indra kedalam suatu situasi permasalahan yang secara nyata dihadapi. Siswa diperlakukan sebagai subjek pembelajaran yang secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman-temanya pada situasi tertentu.
Strategi Role Playing juga diorganisasi berdasarkan kelompok-kelompok siswa yang heterogen. Masing-masing kelompok memperagakan/menampilkan skenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan berimprovisasi, namu  masih dalam batas-batas skenario dari guru.
Menurut Shoimin (2014: 161) Model ini memberikan kesempatan pada siswa-siswa untuk praktik menempatkan diri mereka dalam peran-peran dan situasi yang akan meningkatkan kesadaran terhadap nilai-nilai dan keyakinan mereka sendiri dan orang lain.
Untuk implementasi roling playing, yang harus dilakukan guru antara lain:
a.       Menyajikan atau membantu siswa memilih situasi bermain peran yang tepat.
b.      Membangun suasana yang mendukung, yang mendorong siswa untuk bertindak “seolah-olah” tanpa perasaan malu.
c.       Mengelola situasi bermain peran dengan cara sebaik-baiknya untuk mendorong timbulnya spontanitas dan belajar.
d.      Mengajarkan keterampilan mengobservasi dan mendengarkan secara efektif kemudian menafisirkan dengan tepat apa yang mereka lihat dan dengarkan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa model role playing membuat siswa dapat secara langsung melihat dan memerankan isi dalam materi. Seperti yang sudah dijelaskan diatas tadi mengenai model pembelajaran role playing, bahwa siswa nantinya dalam pembelajaran akan secara aktif memerankan dan  melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) pada situasi tertentu. Berdasarkan keterangan di atas, menyatakan bahwa strategi role playing sangatlah cocok dipakai dalam pembelajaran KD memerankan.
2.2.2.2 Keunggulan dan Kelemahan Stategi Role Playing
Menurut Huda (2014: 2010) ada beberapa keunggulan yang bisa diperoleh siswa dengan menggunakan metode Role Playing ini. Diantaranya adalah: 1) dapat memberikan kesan pembelajaran yang kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa; 2) biasa menjadi pengalaman belajar menyenangkan yang sulit untuk dilupakan; 3) membuat suasana kelas menjadi lebih dinamis dan antusiastis; 4) membangkitkan gairah dan se angat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan; dan 5) memungkinkan siswa terjun langsung memerankan sesuatu yang akan dibahas dalam proses belajar.
Akan tetapi, strategi Role palying juga memilki kelemahannya sendiri, seperti: 1) banyak waktu yang dibutuhkan; 2) kesulitan menugaskan peran tertentu kepada siswa jika tidak dilatih dengan baik; 3) ketidak mungkinan menerapkan rencana pembelajaran jika suasana kelas tidak kondusif; 4) membutuhkan persiapan yang benar-benar matang yang akan menghabiskan waktu dan tenaga; dan 5) tidak semua materi pembelajaran dapat disajikan melalui strategi ini.
Menurut Hoimin (2014: 162) Model Role Playing mempunyasi kelebihan dan kekurangan sebagai berikut.
1.      Kelebihan model Role Playing
a.       Siswa bebas mengambil keputusan berekspresi secara utuh.
b.      Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
c.       Guru dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
d.      Berkaitan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa.
e.       Sangat menarik bagi siswa sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias.
f.       Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi.
g.      Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung didalamnya dengan penghayatan siswa sendiri.
h.      Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan/ kesempatan bagi lapangan kerja.
2.      Kekurangan model Role Playing
a.       Metode bermain peran memerlukan waktu yang relative panjang.
b.      Memerlukan kretivitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. ini tidak semua guru memilkinya.
c.       Kebanyakan siswa yang ditunjuk merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu.
d.      Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai.
e.       Tidak semjua materi pembelajaran dapat disajikan melalui metode ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan seorang guru haruslah pintar dalam pemilihan strategi pembelajaran, karena setiap strategi pembelajaran pasti mempunyai kakurangan. Sebab itu strategi pembelajaran harus berkesinambungan dengan materi. Seperti halnya strategi role playing yang sudah dijelaskan di atas sangatlah cocok ketika dipakai dalam penelitian ini. Contoh menarik bagi siswa sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi.
2.2.2.3  Strategi Pembelajaran Role Playing
Menurut Aqib (2014: 25) Model Role Playing dapat dilihat dalam langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
a.       Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan.
b.      Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
c.       Membentuk kelompok siswa yang masing-masing beranggotakan 5 orang.
d.      Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.
e.       Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan.
f.       Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan.
g.      Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk membahas/memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok.
h.      Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulanya.
i.        Guru memberikan kesimpulan dan evaluasi secara umum.
j.        Evaluasi
k.      Penutup

Langkah pokok roling playing antara lain:        
a.       Memilih situasi bermain peran.
b.      Mempersiapkan kegiatan bermain peran.
c.       Memilih peserta/ pemain peran.
d.      Mempersiapkan penonton.
e.       Memainkan peran (melaksanakan kegiatan bermain peran).
f.       Mendiskusikan dan mengevaluasi kegiatan bermain peran.
Setiap strategi pembelajaran pasti mempunyai tahapan-tahapan yang berbeda. Maka dari itu dalam tahapan-tahapan strategi role playing di atas kita dapat dengan mudah menyusun tahapan-tahapan dalam proses pembelajaran. Hal ini memudahkan kita agar tidak lari dari tahapan cakupan strategi role playing.
2.2.3        Hakikat Bermain Peran
Acting (peran) berasal dari kata “to act” yang berasal dari “ beraksi”. Acting dalam konteks ini adalah perpaduan antara atraksi fisikal (kebertubuhan), intelektual (analisis karakter dan naskah) dan spiritual (tranpormasi jiwa),(Saptaria, 2006:3). Usaha seorang aktor dalam melakoni seni akting adalah mengembangkan kemampuan berekspresi, menganalisis naskah dan mentransformasi diri kedalam karakter yang ia mainkan. Dengan menempa kemampuan ketiganya, aktor akan bisa membuka diri dan menyerap kekayaan pengalaman hidup dari si tokoh sesuai dengan konsep penulis naskah dan sutra dara.
Berperan adalah menjadi orang lain sesuai dengan tuntutan lakon drama (Waluyo, 2006: 114). Sejauh mana keterampilan seorang aktor dalam berperan ditentukan oleh kemampuannya meninggalkan egonya sendiri dan memasuki serta mengekspresikan tokoh lain yang dibawakan.
Ada lima syarat yang harus dimiliki  oleh seorang aktor, yaitu sebagai berikut.
1)      Sensitif
2)      Sensibel
3)      Kualitas personal
4)      Daya imajinasi yang kuat
Imajinasi dapat dikembangkan dengan kreasi-kreasi aktor yang sering tidak direncanakan sutradara. Agar drama bersifat komunikatif, dibutuhkan kepekaan panggung dan kepekaan terhadap penonton. Hal ini disebabkan tidak merasa bahwa lakonnya itu dibuat-buat. Dalam drama tidak boleh suatu masalah diterangkan panjang lebar, sedang masalah laintidak mendapat bagian.
5)      Stamina fisik dan mental yang baik.
Langkah-langkah dalam acting menurut Edward ( dalam waluyo, 2006: 118) dapat dijelaskan sebagai beriut.
1)      Latihan Acting
Latihan Acting dapat membentuk aktor sebagai impersonator, interprator, komentator. Aktor sebagai impersonator artinya actor menyerahkan diri sepenuhnya memasuki peran yang dibawakan. Setiap peran dianggap sebagai dirinya sendiri. Dalam interprator dan komentator, aktor tidak sepenuhnya memasuki peran yang dibawakan. Identitas dirinya masih tetap tampak.
2)      Gaya estetis
Kita memainkan semua gaya. Oleh sebab itu, aktor harus dilatih untuk memasuki gaya permainan sesuai dengan gaya drama tersebut. Gaya serius, gaya tragedis, dan banyolan merupakan gaya yang harus diekspresikan secara tepat oleh aktor atau aktris.
3)      Pendekatan untuk perannya
Ada dua pendekatan dalam menghayati peran, yaitu metode dan teknik. Metode berhubungan dengan latihan sukma atau latihan “unsur dalam”. Dalam pendekatan teknis, yang dipentikan adalah teknik bermain yang berhubungan dengan faktor luas (fisik). Penampilan fisik dan permain di pentas mengutamakan kombinasi permainan fisik dan emosi.
4)      Bidang acting
Ada tiga bidang yang harus digarap dalam latihan acting, yaitu: teknik (fisik), mental (intelektual), dan emosi (spiritual). Bidang acting yang bersifat teknis, misalnya meliputio latihan pernapasan, latihan vocal, dan latihan proyeksi (penonjolan).
      Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penampilan memerankan suatu tokoh yaitu pelafalan, intonasi, ekspresi/mimik yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1)      Pelafalan
Pelafalan yaitu cara orang, kelompok orang atau masyarakat mengucapkan bunyi bahasa. Dialog yang baik yang memperhatikan yakni  terdengar (volume baik), volume suara baik ialah yang dapat terdengar sampai jauh dalam jangkauan penonton, sampai penonton yang paling belakang.
2)      Intonasi
Intonasi adalah perubahan nada sewaktu mengucapkan ujaran atau bagian-bagiannya. Intonasi juga merupakan tekanan-tekanan yang diberikan kepada kata, bagian kata dan dialog.
3)      Mimik /ekspresi
Mimik merupakan gerak-gerik wajah (air muka) untuk menunjukan emosi pemain. Mimik juga merupakan gerak-gerik muka, mulut, bibir, hidung, dan kening. Jadi mimic adalah raut muka atau wajah yang ditunjukan oleh pemain kepada penonton.
Pemahaman tentang konsep bermain peran seperti penjelasan di atas sangatlah penting. Contohnya mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bermain peran. Jelas mempunyai aturan-aturan. Maka dari itu konsep di atas sangat membantu kelancaran proses pembelajaran terhadap KD memerankan.
BAB III
METODE PENELITIAN

4.1  Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Tempat pelaksanaan penelitian ini di SMP Negeri 1 Limboto. Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada semester genap ajaran 2016/2017.
4.2  Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Jenis penelitian deskriptif kualitatif merupakan metode yang menyajikan atau menggambarkan dan menginterpretasi apa yang ada atau mengenai kondisi hubungan yang ada, pendapat yang sedang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau kecenderungan yang tengah berkembang. Metode ini digunakan untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya terjadi dilapangan yaitu tentang kemampuan memerankan isi cerita fabel.
3.3 Data dan Sumber Data
            Data dalam penelitian ini segala fakta yang diperoleh dari  penerapan model role playing dan siswa dalam pembelajaran memerankan isi teks fabel. Sumber data dalam peniliatian ini adalah aktivitas proses belajar mengajar di dalam kelas dengan penerapan model pembelajaran role playing dalam pelajaran memerankan isi teks fabel.
27
 

3.4  Teknik Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data, menggunakan teknik sebagai berikut.
a.      Obsevasi
Menurut Nawawi dan Martini (1992:74) observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala pada objek penelitian.
1.      Pada teknik ini dilakukan untuk melihat atau mengamati proses pembelajaran apakah cocok memerankan isi teks fabel dengan menggunakan model role playing. Observasi dilaksanakan dalam proses pembelajaran yang dilakukan dari awal sampai akhir.
2.      Observasi dalam proses penerapan model role playing untuk melihat faktor-faktor penghambat dalam pembelajaran memerankan isi teks fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto.
b.   Tes Kemampuan
Tes kemampuan dimaksud dalam penelitian ini adalah teknik melihat kemampuan siswa dalam memerankan isi teks fabel dengan baik dan benar. Bentuk tes kemampuan siswa dalam memerankan isi teks fabel dapat dilihat dari beberapa aspek pemeranan yang harus dipenuhi yaitu sebagai barikut.
1.      Mimik, gerak gerik, bahasa lisan semua tokoh sesuai dengan watak yang harus diperankan.
2.      Narator mengungkapkan perkenalan tentang tokoh dan latar cerita dengan gaya yang kreatif dan sesuai isi fabel.
3.      Para pelaku bereaksi terhadap konflik dan kemudian konflik meningkat.
4.      Bahasa/ dialog dalam membangun konflik diungkapkan dengan intonasi, gerak-gerik dan mimik yang sesuai.
5.      Pemeranan pada tahap resolusi sesuai.
6.      Pesan-pesan moral dalam koda diungkapkan narator dengan tepat.
D. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari dan mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa foto siswa yang sedang menerima pelajaran. Dokumentasi merupakan data yang penting sebagai bukti terjadinya suatu kegiatan dalam hal proses pembelajaran yang bertujuan untuk memperkuat hasil penelitian. Dokumentasi dalam penelitian ini adalah foto-foto aktivitas siswa dalam proses pembelajaran memerankan isi cerita fabel.
3.5  Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi teknik analisis kualitatif. Prosedur teknik analisis data adalah sebagai berikut. Data yang terkumpul dari hasil observasi dikumpulkan dan dianalisis terutama data dari hasil belajar dan hasil observasi tindakan,

1)        Mengidentifiksi
Tahap ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi data yakni berupa fakta penerapan dalam menggunakan proses role playing  dan siswa dalam pembelajaran dalam memerankan isi cerita fabel.
2)       Mengklasifikasi
Pada tahap ini, data yang telah diperoleh diklasifikasi untuk mudah diteliti. Data tersebut dilihat dari penerapan proses pembelajaran role playing dalam pembelajaran memerankan isi cerita fabel, hambatan dalam prose pembelajaran, cara menanggulangi hambatan, dan berupa keterampilan siswa berkelompok terhadap pemeranan teks cerita fabel sesui dengan aspek-aspek pemeranan.
3)        Mendeskripsikan
Pada tahap ini, dilakukan pendeskripsian data secara menyeluruh dengan melihat penerapan, faktor penghambat, cara menanggulangi, dan hasil kemampuan siswa dalam memerankan cerita fabel.
4)        Menganalisis
Pada tahap ini, analisis dilakukan sesuai dengan data berdasarkan masalah-masalah yang dikaji, yaitu faktor penghambat, cara menanggulangi, dan hasil kemampuan siswa dalam memerankan cerita fabel.




Lembar penilaian kemampuan siswa.
No

ASPEK

PENILAIAN

SKOR

KETERANGAN
1
Mimik muka dalam pemeranan cerita fabel
Mimik muka dalam pemeranan cerita fabel sangat baik
4

Sangat baik
Mimik muka dalam pemeranan cerita fabel baik
3
Baik
Mimik muka dalam pemeranan cerita fabel cukup baik
2
Cukup baik

Mimik muka dalam pemeranan cerita fabel kurang baik
1
Kurang baik
2
Gerak-gerik tubuh dalam pemeranan cerita fabel

Gerak-gerik tubuh dalam pemeranan cerita fabel Sangat baik
4

Sangat baik
Gerak-gerik tubuh dalam pemeranan cerita fabel baik
3
Baik
Gerak-gerik tubuh dalam pemeranan cerita fabel Cukup baik
2
Cukup baik
Gerak-gerik tubuh dalam pemeranan cerita fabel Kurang baik
1
Kurang baik
3
Bahasa lisan dalam pemeranan
Bahasa lisan dalam pemeranan cerita fabel sangat baik
4

Sangat baik
Bahasa lisan dalam pemeranan cerita fabel baik
3
Baik
Bahasa lisan dalam pemeranan cerita fabel cukup baik
2
Cukup baik
Bahasa lisan dalam pemeranan cerita fabel Kurang baik
1

Kurang baik
4
Kreatif dalam pemeranan

Kreatif dalam pemeranan cerita fabel sangat baik

4

Sangat baik
Kreatif dalam pemeranan cerita fabel baik

3

Baik
Kreatif dalam pemeranan cerita fabel cukup baik

2
Cukup baik
Kreatif dalam pemeranan cerita fabel kurang baik

1
Kuarang baik


Perhitungan nilai adalah sebagai berikut.

5)        Menarik Kesimpulan Sementara
Setelah melalui beberapa tahap di atas, tahap akhir yang harus dilakukan ialah menyimpulkan sementara data dari faktor penghambat, cara menanggulangi, dan  hasil kemampuan siswa dalam memerankan cerita fabel terhadap penerapan role playing dalam pembelajaran memerankan isi teks fabel pada kelas VII SMP Negeri 1 Limnoto.
























BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian
Pada bagian ini dipaparkan hasil dan pembahasan penelitian, meliputi (1) penerapan metode role playing dalam pembelajaran memerankan isi cerita fabel yang telah dibaca (2) kemampuan memerankan isi cerita fabel terhadap penerapan role playing (3) apa saja faktor-faktor penghambat dalam penerapan strategi pembelajaran Role Playing dalam pelajaran memerankan isi cerita fabel (4) upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul dalam penerapan strategi pembelajaran role playing dalam pelajaran memerankan isi cerita fabel.
4.1.1 Penerapan Strategi Role Playing dalam Pembelajaran Memerankan Isi Cerita Fabel yang telah dibaca.

a. Kegiatan Pendahuluan
33
Pelaksanaan strategi role playing dalam pembelajaran memerankan isi cerita fabel pada kelas VII SMP N 1 Limboto diawali dengan, (1) mengucapkan salam (2) kemudian mengecek kehadiran siswa, dilanjutkan dengan mempersiapkan siswa untuk mengikuti pelajaran yang akan dilaksanakan (3) setelah itu mengajak siswa untuk berdoa bersama yang dipandu oleh ketua kelas (4) melakukan apresepsi dengan memperlihatkan video yang berisikan tentang cerita fabel. Video yang diperlihatkan berisi cerita yang berjudul “Serigala dan tujuh orang anak kambing”. Video cerita fabel ini sangatlah menarik perhatian siswa karena ceritanya yang meneganggkan. Video cerita fabel ini juga sangat cocok dijadikan contoh KD memerankan, karena bintang yang berperan sangat bertingkah laku seperti manusia. Setelah siswa menonton video cerita “Serigala dan tujuh orang anak kambing”, guru melontarkan pertanyaan kepada siswa-siswa. Dengan pertanyaan “apakah adik-adik tahu cerita ini disebut dengan cerita apa, maksud dan tujuan cerita ini, dan apakah tingkah laku tokoh berperilaku seperti manusia. Berdasarkan beberapa jawaban siswa-siswa dapat disimpulkan mereka sudah paham tentang video cerita fabel tersebut (5) kemudian guru menyampaikan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang harus dikuasai oleh siswa. Dengan tujuan pembelajaran memerankan isi cerita fabel yang dibaca.
b. Kegiatan Inti
            Pada kegiatan inti ini dilakukan pembelajaran memerankan isi cerita fabel dengan menggunakan strtegi role playing atau bermain peran sebagai berikut.
Gambar 4.1 Murid Sedang Memerankan Isi Cerita Fabel “Cici dan Serigala”.
Gambar 4.1 adalah tahapan  pertama, terlihat  5 siswa atau 1 kelompok siswa yang sudah ditunjuk oleh guru untuk melakonkan skenario cerita fabel “Cici dan Serigala”. Dalam pelaksanaan memerankan cerita fabel “Cici dan Serigal” membutuhkan 4 siswa untuk memerankan masing-masing tokoh, 1 siswa menjadi Cici si kelinci yang egois, 1 siswa menjadi Upi  si kelinci yang baik hati, 1 siswa menjadi Pusi si kelinci yang baik hati, 1 siswa menjadi Srigala yang jahat, dan satu orang jadi Narator. Pada saat pelakonan dimulai masing-masing kelompok siswa duduk dikelompoknya sambil mengamati yang sedang diperankan. Guru tidak lupa juga mengkondisikan siswa di dalam kelas agar tidak ribut, hal ini menjaga agar siswa yang melakonkan skenario cerita fabel bisa dapat berkonsentrasi dengan baik. Maka dari itu kondisi dalam kelas sangatlah perlu diperhatikan agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.
Cerita fabel yang sedang dilakonkan ini membutuhkan waktu yang tidak lama dalam melakonkannya. Dalam melakonkan cerita ini membutuhkan waktu 5 menit saja, hal ini agar menghemat waktu dalam proses pembelajaran. Para siswa-siswa dapat menilai pelakonan atau pemeranan dengan patokan keempat aspek penilaian yang sudah ditentukan guru yaitu mimik, gestur, intonasi, dan kekreatifitas dalam pemeranan. Dengan keempat aspek ini siswa dapat dengan mudah memberikan penilain secara rinci.



Gambar 4.2 Tanya Jawab Siswa dan Guru
Gambar 4.2 merupakan keterangan tahapan selanjutnya, setelah diperankan masing-masing kelompok diberi kesempatan bertanya mengenai pemeranan yang sudah dilakukan. Ada beberapa siswa yang bertanya mengenai pemeranan tentang gerak-gerik tokoh harus disesuaikan dengan karakter binatangnya, ada juga yang bertanya apakah kita tidak memakai properti, terjadilah tanya jawab antara siswa dengan guru. Setelah semua kelompok menyampaikan pertanyaannya. Dari berbagai pertanyaan masing-masing kelompok tadi, hal itulah yang dilihat bahwa siswa ada rasa ingin tahu dan kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis. Tahapan ini melihat, apakah siswa yang sedang mengamati temannya melakonkan skenario itu memang sudah paham atau tidak tentang cara memerankan isi cerita fabel. Ketika siswa itu bertanya hal ini menyatakan bahwa para siswa rasa ingin tahu cara memerankan itu ada. Para siswa bisa mengetahui bahwa ini tidak sesuai, ini tidak benar, dan lain-lain.
Gambar 4.3 Para Siswa Sedang Melihat Teks Fabel yang Sudah Dibagikan Guru
Gambar 4.3 merupakan tahapan selanjutnya dalam proses pembelajaran. Pada tahapan ini, guru membagikan teks cerita fabel “si Kelinci dan si Kera” pada masing-masing kelompok dan menjelaskan cara memerankan teks tersebut. Pada tahapan ini dilakukan agar siswa memahami dengan benar cara memerankan cerita fabel dengan baik dan benar. Contohnya penjelasan tentang mimik muka, gerak gerik, bahasa lisan, dan lain-lain yang bersangkutan dengan aspek pemeranan lainya. Dalam penejelasannya dikaitkan atau dijadikan sebagai contoh yaitu pemeranan yang sudah dilakukan pada awal pembelajaran. Pemeranan yang sudah dilakukan pada awal pembelajaran tadi yaitu “cici dan serigala”.Dengan pemeranan tersebut siswa sudah dapat melihat bagaimana  cara memerankan isi cereita fabel dengan beberapa aspek yang sudah ditentukan. Dilihat dari gerak-gerik, mimik muka, intonasi, dan lain-lain. Hal ini dilakukan agar memberikan rangsangan kepada siswa, sehingga membuat siswa nantinya dalam memerankan isi cerita fabel sudah mempunyai pemahaman awal atau gambaran awal.
Gambar 4.4 Siswa Sedang Berdiskusi
Tahapan selanjutnya, seperti yang terlihat di atas siswa mendiskusikan cara memeranka isi cerita fabel “si Kelinci dan si Kera”. Dari berbagai macam pemahaman yang sudah dijelaskan guru, siswa dituntut untuk mengolah agar pemeranannya sekreatif mungkin. Masing-masing kelompok juga mengkonsultasikan hasil diskusi dan meminta saran dari guru.
Untuk melihat kemampuan siswa apakah sudah mampu memerankan isi cerita fabel. Maka setiap kelompok ditugaskan untuk bisa memerankan isi cerita fabel “si Kelinci dan si Kera”. Ditahapan inilah guru menilai berdasarkan hasil pemeranan yang siswa lakukan.
Gambar 4.5 Siswa Memamerkan Cerita Fabel
Seperti yang terlihat pada gambar 4.5  merupakan tahapan siswa satu persatu kelompok memamerkan pemeranannya dalam memerankan cerita fabel “si Kelinci dan si Kera”. Cerita ini menggambarkan se ekor Kera yang jahat selalu mencuri buah-buahan teman-temannya. Ada 4 tokoh yang diperankan oleh siswa dalam cerita ini. Ada yang sebagai Kelinci, Kura-kura, Tupai, dan Kera. Sementara itu kelompok lain mengamati untuk memberikan penilaian atau komentar terhadap masing-masing kelompok yang tampil ditahapan terakhir pembelajaran.
Gambar 4.6 Siswa Menyampaikan Hasil Pengamatan dalam bimbingan Guru

Setelah diperankan masing-masing kelompok memberikan komentar kepada siswa yang sudah melakonkan isi cerita fabel tadi. Komentar-komentar yang dimaksudkan ialah mengenai mimik muka, gerak gerik, bahasa lisan, dan lain-lain yang bersangkutan dengan aspek pemeranan lainya sesuai atau tidak. Masing-masing kelompok berdiskusi mengenai apakah skenario yang diperankan tadi sesuai atau tidak. Ada kelompok yang berkomentar tentang mimik muka tidak sesuai, karena dalam skenario ceritanya ketakutan tetapi siswa yang melakonkan tersenyum. Ada juga kelompok yang berkomentar gerak-gerik, karena dalam melakonkannya siswa hanya melakukan dalam keadaan sitirahat ditempat tidak ada bahasa tubuh atau gerak-gerik sedang berdialog. Setelah semua kelompok menyampaikan kritikannya.  Maka dari berbagai kritikan masing-masing kelompok tadi, itulah yang dijadikan pembelajaran agar kekurangan-kekurangan dapat diperbaiki nantinya. Tahapan ini melihat, apakah siswa yang sedang mengamati temannya melakonkan scenario itu memang sudah paham atau tidak tentang cara memerankan isi cerita fabel. Hal ini bisah di nilai dari kritikan-kritikan siswa-siswa tersebut. Ketika siswa itu mengkritik hal ini menyatakan bahwa para siswa sudah mengerti, karena dengan landasan pemahaman ilmu tentang memerankanlah kritikan itu tercipta. Para siswa bisa mengetahui bahwa ini tidak sesuai, ini tidak benar, dan lain-lain.
C. Penutup
Tahapan penutup ini, diawali dengan menyimpulkan keseluruhan mengenai semua hal tentang pembelajaran yang sudah dilewati tadi. Hal ini dilakukan agar pembelajaran yang sudah dilewati di ingatkan kembali kepada siswa. Setelah itu guru mendampingi peserta didik mengemukakan kesulitan dalam proses pembelajaran berlangsung. Tahapan ini akan dijadikan pembelajaran untuk guru agar bisah disesuaikan dengan kebutuhan oleh siswa terhadap proses pembelajaran. Kemudian memberikan salam penutup.







4.1. 2 Kemampuan siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto dalam memerankan isi fabel terhadap penerapan strategi pembelajaran role playing.

Berdasarkan hasil penerapan strategi role playing yang sudah diterapkan di atas, maka berikut ini hasil kemampuan siswa siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto dalam memerankan isi fabel dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel Hasil Pengamatan Kemampuan Siswa Memerankan Isi Cerita Fabel pada Kelas VII.5
Kelompok 1
No
Nama Siswa
Tokoh
1.
Riski Idris
Kura-kura
2.
Jeremia Simanjuntak
Tupai
3.
Reski Nento
Kelinci
4.
Fauzi Setiawan
Kera
5.
Baby Aurelya A. Rauf
Narator

No

Nama siswa
Mimik muka dalam pemeranan cerita fabel

Gerak-gerik tubuh dalam pemeranan cerita fabel

Bahasa lisan dalam pemeranan cerita fabel

Kreatif dalam pemeranan cerita fabel

 Nilai       
Keterangan
1.
Riski Idris
3
2
4
3
75
Tuntas
2.
Jeremia Simanjuntak
3
3
4
3
81
Tuntas
3.
Reski Nento
2
2
4
3
68
Tidak tuntas
4.
Fauzi Setiawan
4
4
3
3
87
Tuntas
5.
Baby Aurelya A. Rauf
3
2
4
3
75
Tuntas


Skor Rata-Rata
183: 5= 76
Tuntas


Kelompok 2
No
Nama Siswa
Tokoh
1.
Moh. krisna
Kura-kura
2.
Basyiran A. W. Maku
Tupai
3.
Siti Rahmatia
Kelinci
4.
Jelina R. Widyaningrum
Kera
5.
Anissa putri A. Nasser
Narator

No

Nama siswa
Mimik muka dalam pemeranan cerita fabel

Gerak-gerik tubuh dalam pemeranan cerita fabel

Bahasa lisan dalam pemeranan teks fabel

Kreatif dalam pemeranan cerita fabel

 Nilai       
Keterangan
1.
Moh. krisna
2
3
3
2
62
Tidak tuntas
2.
Basyiran A. W. Maku
3
3
4
3
81
Tuntas
3.
Siti Rahmatia
3
3
3
3
75
Tuntas
4.
Jelina R. Widyaningrum
4
3
4
3
87
Tuntas
5.
Anissa putri A. Nasser
3
3
4
3
81
tuntas


Skor Rata-Rata
386: 5= 77
Tuntas


Kelompok 3
No
Nama Siswa
Tokoh
1.
Khairunnisa dali
Kura-kura
2.
Hazwa
Tupai
3.
Amelia Daulima
Kelinci
4.
Fadli H. Putra
Kera
5.
Mahabekti Dendra Winanrto
Narator

No

Nama siswa
Mimik muka dalam

pemeranan cerita fabel

Gerak-gerik tubuh dalam pemeranan cerita fabel

Bahasa lisan dalam pemeranan cerita fabel

Kreatif dalam pemeranan cerita fabel

 Nilai       
Keterangan
1.
Khairunnisa dali
2
4
3
3
75
Tuntas
2.
Hazwa
3
3
4
2
75
Tuntas
3.
Amelia Daulima
2
3
4
2
68
Tidak tuntas
4.
Fadli H. Putra
3
3
4
3
81
Tuntas
5.
Mahabekti Dendra Winanrto
2
2
3
3
62
Tidak tuntas


Skor Rata-Rata
361: 5= 72
Tidak tuntas







Kelompok 4
No
Nama Siswa
Tokoh
1.
Pretty Zellyn Queta Derek
Kura-kura
2.
Annisa Zahra Sabhira
Tupai
3.
Novia Ramadani Taha
Kelinci
4.
Amarullah Bin E. Naway
Kera
5.
Gabriel Marrew Wiyoto
Narator

No

Nama siswa
Mimik muka dalam pemeranan cerita fabel

Gerak-gerik tubuh dalam pemeranan cerita fabel

Bahasa lisan dalam pemeranan cerita fabel

Kreatif dalam pemeranan cerita fabel

 Nilai       
Keterangan
1.
Pretty Zellyn Queta Derek
2
3
3
3
68
Tidak tuntas
2.
Annisa Zahra Sabhira
3
3
3
3
75
Tuntas
3.
Novia Ramadani Taha
4
3
4
3
87
Tuntas
4.
Amarullah Bin E. Naway
3
2
4
3
75
Tuntas

5
GabrielMarrew Wiyoto
3
3
3
3
75
tuntas


Skor Rata-Rata
 380: 5= 76
Tuntas







Kelompok 5
No
Nama Siswa
Tokoh
1.
Rabyatul Adwiyah Yusuf
Kura-kura
2.
Dhea Putri Puluhulawa
Tupai
3.
Aurelia
Kelinci
4.
Susi Safitri Kaharu
Kera
5.
Febrianti Napu
Narator


No

Nama siswa
Mimik muka dalam pemeranan cerita fabel

Gerak-gerik tubuh dalam pemeranan cerita fabel

Bahasa lisan dalam pemeranan cerita fabel

Kreatif dalam pemeranan cerita fabel

 Nilai       
Keterangan
1.
Rabyatul Adwiyah Yusuf
2
3
4
3
75
Tidak
2.
Dhea Putri Puluhulawa
3
3
3
3
75
Tuntas
3.
Aurelia

2
3
4
3
75
Tuntas
4.
Susi Safitri Kaharu.

4
3
4
3
87
Tuntas
5.
Febrianti Napu

3
3
4
4
87
Tuntas


Skor Rata-Rata
399: 5= 79
Tuntas


Penilaian di atas dilihat berdasarkan hasil dari pemeranan siswa, yang dinilai dengan sitrumen penilai yang sudah ditentukan sebagai patokan penilaian seperti pada tabel diatas. Kelompok 1 mendapatkan nilai skor rata-rata 76, kelompok 2 mendapatkan nilai skor rata-rata 77, kelompok 3 mendapatkan nilai skor rata-rata 72, kelompok 4 mendapatkan nilai skor rata-rata 76, dan kelompok 5 mendapatkan nilai skor rata-rata 79. Dari ke 5 kelompok yang sudah di gambarkan diatas, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VII.5 SMP N 1 Limboto sudah mampu dalam memerankan isi cerita fabel dengan baik dan benar.

4.1.3 Faktor-Faktor Penghambat dalam Penerapan Strategi Pembelajaran Role Playing dalam Pelajaran Memerankan Isi Cerita Fabel pada Siswa Kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto.
Berdasarkan hasil yang telah di hadapi dalam melaksananakan penelitian di SMP N 1 Limboto. Faktor-faktor penghambat dalam menerapkan strategi role playing dalam pemnelajaran memerankan isi cerita fabel adalah sebagai berikut.
1.      Fasilitas yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran belum memadai seperti LCD, sehingga pada saat penerapan pembelajaran yang sudah direncanakan  tidak berjalan sesuai rencana. Seperti pada kegiatan awal pembelajaran seharusnya guru memperlihatkan video teks cerita fabel dengan menggunakan LCD agar gambar bisa dilihat sekaligus olah siswa, tetapi karena keterbatasan fasilitas membuat guru kesulitan dalam memperlihatkan video.
2.      Siswa sering keluar masuk ruangan sehingga dalam proses pembelajaran terganggu. Hal tersebut juga mengakibatkan siswa tersebut tidak konsentrasi dalam penerimaan materi.  Bahkan siswa tersebut tidak ada materi yang masuk sama sekali dalam otaknya.
3.      Siswa kesulitan menghapal dialok teks cerita fabel, hal ini dikarenakan dialok dalam teks cerita fabel sedikit panjang. Sementara proses pembelajaran memerankan teks cerita fabel berlangsung kebanyakan siswa mengeluh merasa kesulitan untuk menghapalnya.
4.      Waktu yang digunakan dalam pembelajaran cukup lama, sehingga satu kali pertemuan saja tidak cukup. Di dalam pembelelajaran memerankan isi cerita fabel memang harus membutuhkan waktu yang sangat banyak, karena mempersiapkan segalah hal untuk pemeranannya saja banyak menyita waktu. Belum lagi waktu pementasannya.
4.1.4 Upaya yang Dilakukan untuk Mengatasi Masalah yang Timbul Dalam Penerapan Strategi Pembelajaran Role Playing Dalam Pelajaran Memerankan Isi Cerita Fabel Pada Siswa Kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto.

            Adapun upaya-upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi semua faktor-faktor masalah yang timbul dalam proses pembelaran berlangsung yaitu sebagai berikut.
1.      Upaya untuk mengatasi permasalahan dalam proses pembelajaran memerankan isi cerita fabel mengenai fasilitas yang tidak memadai, khususnya berupa LCD. Perencanaan awal guru memperlihatkan video dengan menggunakan laptop yang disambungkan ke LCD agar siswa sekaligus dapat melihat video tersebut. Tetapi kenyataannya LCD yang diharapkan tidak ada. Maka dari itu solusinya dengan cara memutar video tersebut dengan menggunakan laptop saja. Di dalam satu kelompok pemutaran video tersebut cukup mereka melihat satu menit saja sudah cukup, yang penting inti dari maksud pemutaran video tersebut sudah dipahami oleh siswa.
2.      Di dalam proses pembelajaran strategi role playing yang sudah diterapkan, ada beberapa siswa yang masih keluar masuk dalam ruangan karena merasa bosan. Maka dari itu guru manggulanginya dengan cara, dalam proses pembelajaran jangan terlalu tegang. Dengan sesekali mengaitkan materi teks cerita fabel yang lucu siswa tersebut tidak akan bosan menerima materi.. Hal tersebut membuat siswa tersebut tidak akan keluar masuk kelas lagi.
3.      Kendala yang didapati oleh siswa dari proses pembelajaran memerankan isi cerita fabel yang sudah dilakukan, yaitu salah satunya mengenai menghapal dialog naskah cerita fabel. Maka dari itu solusi yang diterapkan guru dengan cara memberi tahukan kepada masing-masing kelompok boleh mengubah panjang dialognya sekreatif mungkin. Tetapi alurnya tidak lari dari teks cerita fabel yang sudah ditentukan.
4.      Seperti yang sudah dijelaskan di atas, di dalam ”penerapan strategi  role playing dalam pembelajaran memerankan isi cerita fabel” memerlukan waktu yang cukup banya. Maka guru membuat dua kali pertemuan agar tercapainya tujuan pembelajaran. Dengan waktu dua kali pertemuan ini siswa dapat dengan mudah mempelajari pemeranan cerita fabel. Tetapi juga pembagian waktu untuk tahapan-tahapan haruslah teliti agar dapat berjalan dengan baik

BAB V
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penerapan strategi role playing  yang sudah diterapkan dalam pembelajaran memerankan cerita fabel pada kelas VII SMP Negeri 1 Limboto peneliti melihat empat aspek yang menjadi  fokus pembahasan dalam penilitian; 1) Bagaimanakah penerapan strategi pembelajaran Role Playing dalam pelajaran memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto; 2) Bagaimanakah kemampuan siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto dalam memerankan isi fabel terhadap penerapan strategi pembelajaran role playing; 3) Apa saja faktor-faktor penghambat dalam penerapan strategi pembelajaran Role Playing dalam pelajaran memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto; 4) Upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul dalam penerapan strategi pembelajaran role playing dalam pelajaran memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto.        

5.1 Penerapan Strategi Role Playing dalam Pembelajaran Memerankan Isi Cerita Fabel pada Kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto.

50
Strategi role playing atau bermain peran adalah suatu permain gerak yang mempunyai aturan  dan tujuan tertentu. Di dalam pembelajaran siswa secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman-teman pada situasi tertentu. Seperti penerapan strategi pembelajaran role playing yang sudah diterapkan pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri Limboto.
Dalam penerapan strategi role playing yang sudah diterapkan oleh guru pada kegiatan pendahuluan sudah berjalan dengan baik. Pada kegiatan pendahuluan, guru memperlihatkan video cerita fabel “Serigala dan tujuh orang anak Kambing” kepada siswa-siswa. Siswa-siswa memperhatikan video tersebut dengan tenang. Video tersebut sangat menarik perhatian siswa. Pada kegiatan ini guru dituntut menyiapkan situasi kelas agar tidak ribut atau siswa-siswa dalam posisi tenang, agar video yang ditonton bisa cepat dimengerti oleh siswa. Hal ini sangatlah penting, karena pada kegiatan ini diharapkan dapat membangun pemahaman awal siswa dalam proses penentu pembelajaran selanjutnya.
            Pada kegiatan inti dalam penerapan strategi role playing dalam pembelajaran memerankan isi cerita fabel pada kelas VII SMP Negeri 1 Limboto diawali dengan memanggil siswa-siswa untuk melakon skenario isi cerita fabel. Dalam pelakonannya siswa dituntut agar dapat melakonkan sekreatif mungkin. Hanya saja ada beberapa kesalahan seperti lupa dialog dan sesekali tertawa. Hal ini disebabkan latihan yang dilakukan oleh siswa-siswa tidak serius. Tetapi pada kegiatan  ini, siswa-siswa yang melakonkan sudah cukup baik. Setelah itu dilanjutkan dengan proses tanya jawab. Dalam proses tanya jawab ada beberapa siswa yang bertanya mengenai pemeranan isi cerita fabel. Hal ini dapat dilihat bahwa sisiwa-siswa ada rasa ingin tahu terhadap pemeranan yang benar. Proses tanya jawab ini juga dilakukan guru agar, siswa yang tidak mengerti pemeranan yang sudah dilakukan di awal tadi bisa ditanyakan kepada guru dan guru akan memberikan pemahaman.
            Tahapan selanjutnya guru memberikan teks drama “ si Kelinci dan si Kera” yang nantinya mereka akan lakonkan. Siswa-siswa mendikusikan cara memerankanya dan tidak lupa konsultasi dengan guru. Ada beberapa siswa yang berebutan karena saling rampas peran dengan alasan dialognya terlalu panjang. Disinilah guru berperan, dengan cara mengatakan kalian bisa rubah panjang dialognya, tetapi dengan persyaratan alur ceritanya tidak lari dari cerita yang sudah ditetapkan.
Pada kegiatan selanjutnya, disinilah guru melakukan penilaian kemampuan siswa kelas VII.5 SMP N 1 Limboto dalam memerankan isi cerita fabel “si Kelinci dan si Kera”. Penilaian guru dilakukan pada saat masing-masing kelompok melakonkan skenario isi cerita fabel yang sudah dipelajari. Tahapan strategi ini sejalan seperti apa yang dikatakan Huda (2014: 208-209) Strategi role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan dan ada tujuan. Dalam rencana pembelajaran, siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran berada di  dalam kelas. Dalam pelakonan isi cerita fabel yang dilakukan siswa kelas VII.5 ini sudah baik, hanya saja masih ada beberapa yang masih salah. Salah satunya mengenai mimik muka, dalam pelakonan ada beberapa siswa yang tersenyum terus dari awal sampai akhir. Walaupun yang karakter tokoh yang diperankannya dalam keadaan marah. Ada juga siswa dalam pemeranannya mengenai aspek gerak tubuh masih terbilang kurang baik. Siswa itu dikatakan kurang baik karena dalam pemeranannya posisinya dalam keaadan istirahat ditempat terus. Hal ini terjadi karena kurangnya perhatian siswa sehingga pemahamannya tentang pemeranan masih kurang. Maka dari itu, di dalam strategi role playing sangat membutuhkan kreativitas guru dan murid agar proses pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaraan tercapai.
Pada tahapan terakhir yaitu penyampaian kritikan terhadap masing-masing kelompok. Masing-masing kelompok saling bertukaran untuk menerima kritikan dari kelompok lain. Siswa pada masing-masing kelompok dalam penyampaiyan kritikan sudah baik. Siswa-siswa sudah santun dalam berbahasa sehingga kelompok yang dikomentari dapat menerima kritikan dengan baik. Sebenarnya dalam tahapan ini fungsinya yaitu agar kritikan-kritikan masing-masing kelompok mengetahui segala kekurangan dalam pelakonan isi cerita fabel yang sudah diperankan agar nantinya dijadikan pelajaran. Pada bagian penutup sudah berjalan dengan lancar, dari bagian penyimpulan sampai salam penutup.
Dari penjelasan pembahasan di atas dapat kita dilihat bahwa strategi role playing harus dilakukan dengan situasi yang tepat, membangun suasana mendukung agar siswa dalam pelakonannya tidak merasa malu, mengelola situasi kelas dengan cara sebaik-baiknya, dan mengajarakan mendengarkan secara efektif kemudian menafsirkan dengan tepat apa yang mereka lihat dan dengarkan.



5.2 Hasil Kemampuan Siswa Kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto dalam Memerankan Isi Cerita Fabel Terhadap Penerapan Strategi Pembelajaran Role Playing.

Berdasarkan hasil penilitian yang sudah diterapkan pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto dalam pembelajaran memerankan isi cerita fabel dengan strategi role playing, kemampuan siswa dapat dikatergorikan sudah baik. Penilaian ini dilihat dari beberapa aspek yang sudah ditentukan guru seperti mimik muka, gestur, bahasa lisan, dan penyajian kreatif. Maka dari itu kemampuan memerankan isi cerita fabel pemaparannya sebagai berikut.
Kelompok 1 beranggotakan 5 orang siswa yang masing masing memerankan peran tokoh yang sudah ditentukan. Berikut ini pemaparan penilaian yang didapatkan guru dalam pemeranan kelompok 1. Dalam pemeranan dilihat dari aspek gerak-gerik tubuh ada 2 orang siswa yaitu Riski Idris dan Reski Nento yang mendapatkan nilai berketerangan cukup dikarenakan tidak sesuai. Di dalam pemeranannya, 2 siswa tersebut dalam memerankan dengan posisi siap, maka dari itu 2 siswa tersebut mendapat keterangan cukup. Dilihat dari aspek mimik muka ada 1 orang siswa yaitu Reski Nento yang mendapat nilai dengan keterangan cukup, karena dalam memerankan siswa tersebut hanya tersenyum terus. Selain siswa yang dijelaskan di atas sudah baik dan sangat baik dalam pemeranan dilihat dari segala aspek penilaian yang sudah ditetapkan. Berdasarkan hasil perhitungan dari masing-masing siswa dalam penilaian kelompok 1 mendapatkan nilai mencapai standar yaitu 75.
Kelompok 2 beranggotakan 5 orang siswa yang masing masing memerankan peran tokoh yang sudah ditentukan. Berikut ini pemaparan penilaian yang didapatkan guru dalam pemeranan kelompok 2. Dalam pemeranannya dilihat dari aspek mimik muka dan kreatif dalam pemeranan  ada 1 orang siswa yaitu Moh. Krisna mendapatakan nilai dengan keterangan cukup, karena dalam pemeranannya siswa ini hanya tersenyum terus dan seperti tidak dijiwai pemeranan tokohnya. Selain siswa yang dijelaskan di atas mendapatkan nilai bagus denagn keterangan  sudah baik dan sangat baik dalam pemeranan dilihat dari segala aspek penilaian yang sudah ditetapkan. Berdasarkan hasil perhitungan dari masing-masing siswa dalam penilaian kelompok 2 mendapatkan nilai mencapai di atas standar yaitu 77.
Kelompok 3 beranggotakan 5 orang siswa yang masing masing memerankan peran tokoh yang sudah ditentukan. Berikut ini pemaparan penilaian yang didapatkan guru dalam pemeranan kelompok 3. Dalam pemeranannya dilihat dari aspek mimik muka ada 3 orang yaitu Khairunnisa, Amelia, dan Mahabekti mendapatkan nilai dengan keterangan cukup. Hal ini dikarenakan dalam memerankan mereka ada yang hanya tegang terus mukanya dan ada yang tersenyum terus. Dilihat dari aspek gerak-gerik tubuh ada 1 orang yaitu Mahabekti mendapat nilai dibawah dengan ketengan cukup. Hal ini dikarenakan siswa tersebut dalam memerankan hanya dengan posisi istirahat ditempat. Dilihat dari kretif dalam pemeranan ada 2 orang siswa yaitu Hazwa dan Amelia yang mendapatkan nilai dibawah dengan ketengan cukup, karena 2 siswa ini tidak serius dalam pemeranan. Selain siswa yang dijelaskan di atas mendapatkan nilai bagus dengan keterangan sudah baik dan sangat baik dalam pemeranan dilihat dari segala aspek penilaian yang sudah ditetapkan. Berdasarkan hasil perhitungan dari masing-masing siswa dalam penilaian kelompok 3 mendapatkan nilai mencapai di bawah standar yaitu 72.
Kelompok 4 beranggotakan 5 orang siswa yang masing masing memerankan peran tokoh yang sudah ditentukan. Berikut ini pemaparan penilaian yang didapatkan guru dalam pemeranan kelompok 4. Dilihat dari aspek mimic muka hanya terdapat 1 orang yaitu Pretty yang mendapatkan nilai dibawah dengan keterangan cukup. Hal ini karena pemeranan pretty tidak sesuai mimik muka dalam tokoh yang diperankan. Dilihat dari aspek gerak-gerik tubuh mendapatkan keterangan cukup, karena gerak-gerik dalam pemeranannya tidak sesuai. Selain siswa yang dijelaskan di atas mendapatkan nilai bagus dengan keterangan sudah baik dan sangat baik dalam pemeranan dilihat dari segala aspek penilaian yang sudah ditetapkan. Berdasarkan hasil perhitungan dari masing-masing siswa dalam penilaian kelompok 4 mendapatkan nilai mencapai di atas standar yaitu 76.
Kelompok 5 beranggotakan 5 orang siswa yang masing masing memerankan peran tokoh yang sudah ditentukan. Berikut ini pemaparan penilaian yang didapatkan guru dalam pemeranan kelompok 5. Dilihat dari aspek mimik muka hanya 2 orang siswa yaitu Pebrianti dan Dhea putri yang mendapatkan ketengan dcukup, karena mimik muka hanya tersenyum terus dalam memerankan. Selain siswa yang dijelaskan di atas mendapatkan nilai bagus dengan keterangan sudah baik dan sangat baik dalam pemeranan dilihat dari segala aspek penilaian yang sudah ditetapkan. Berdasarkan hasil perhitungan dari masing-masing siswa dalam penilaian kelompok 5 mendapatkan nilai mencapai di atas standar yaitu 79.
Berdasarkan strategi pembelajaran yang sudah diterapan diatas maka dapat dilihat kemampuan siswa kelompok 1 dan 3 mendapatkan nilai 75, kelompok 2 mendapatkan nilai 82, dan kelompok 4 mendapatkan nilai 78. Dari ke 4 kelompok yang sudah di gambarkan diatas, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VII.5 SMP N 1 Limboto sudah cukup baik dalam memerankan isi cerita fabel dengan baik dan benar.
5.3 Faktor-Faktor Penghambat dalam Penerapan Strategi Pembelajaran Role Playing dalam Pelajaran Memerankan Isi Cerita Fabel pada Siswa Kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto.

Di dalam proses pelaksanaan pembelajaran role playing terdapat penghambat sebagai berikut. Fasilitas yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran belum memadai seperti LCD, sehingga pada saat penerapan pembelajaran yang sudah direncanakan  tidak berjalan sesuai rencana. Seperti pada kegiatan awal pembelajaran seharusnya guru memperlihatkan video teks cerita fabel dengan menggunakan LCD agar gambar bisa dilihat sekaligus olah siswa, tetapi karena keterbatasan fasilitas membuat guru kesulitan dalam memperlihatkan video. Dengan terpaksa guru berjalan sambil memperlihatkan satu-persatu  kepada siswa video tersebut, agar video tersebut dapat dilihat oleh semua siswa.
Siswa sering kaluar masuk ruangan sehingga dalam proses pembelajaran terganggu. Hal tersebut juga mengakibatkan siswa tersebut tidak konsentrasi dalam penerimaan materi.  Bahkan siswa tersebut tidak ada materi yang masuk sama skali dalam otaknya, karena ketika siswa tersebut memperhatikan materi dari awal pastinya akan memperhatikan sampai kemateri akhir. Tanpa sering keluar masuk rungan.
Siswa kesulitan menghapal dialok teks cerita fabel, hal ini dikarenakan dialok dalam teks cerita fabel sedikit panjang. Sementara proses pembelajaran memerankan teks cerita fabel berlangsung kebanyakan siswa mengeluh merasa kesulitan untuk menghapalnya.
Waktu yang digunakan dalam pembelajaran cukup lama, sehingga satu kali pertemuan saja tidak cukup. Di dalam pembelelajaran memerankan isi cerita fabel memang harus membutuhkan waktu yang sangat banyak, karena mempersiapkan segalah hal untuk pemeranannya saja banyak menyita waktu. Belum lagi waktu pementasannya. Pada waktu pementasan membutuhkan 5 menit untuk 1 kelompok sedangkan ada 5 kelompok yang akan pentas. Dengan ini dapat tergambar bahwa waktu yang diperlukan dalam proses pembelajaran cukup lama.
5.4. Upaya dalam Mengatasi Hambatan dalam Pembelajaran Memerankan Isi Cerita Fabel pada Kelas VII SMP Negeri 1 Limboto.

Pembahsan yang pertama mengenai upaya untuk mengatasi permasalahan dalam proses pembelajaran memerankan isi cerita fabel mengenai fasilitas yang tidak memadai, khususnya berupa LCD. Perencanaan awal guru memperlihatkan video dengan menggunakan laptop yang disambungkan ke LCD agar siswa sekaligus dapat melihat video tersebut. Tetapi kenyataannya LCD yang diharapkan tidak ada. Maka dari itu solusinya dengan cara memutar video tersebut dengan menggunakan laptop saja. Di dalam satu kelompok pemutaran video tersebut cukup mereka melihat satu menit saja sudah cukup, yang penting inti dari maksud pemutaran video tersebut sudah dipahami oleh siswa. Inti dari maksud pemutaran video ini yaitu agar siswa sudah ada pemahaman awal tentang kegiatan yang mereka akan lakukannyaa nanti yaitu memerankan cerita fabel seperti yang terdapat dalam video. Dengan menggunakan media audio visual atau video murid akan cepat paham. Kesimpulannya video tersebut sangatlan mendukung keberhasilan pembelajaran.
Selanjutnya menyambung pembahasan mengenai upaya yang dilakukan guru di dalam proses pembelajaran, masalah selanjutnya terdapat pada siswa. Di dalam proses pembelajaran strategi role playing yang sudah diterapkan, ada beberapa siswa yang masih keluar masuk dalam ruangan karena merasa bosan. Maka dari itu guru manggulanginya dengan cara, dalam proses pembelajaran jangan terlalu tegang. Dengan sesekali mengaitkan materi teks cerita fabel yang lucu siswa tersebut tidak akan bosan menerima materi. Contohnya penjelasan tentang kelakuan binatang yang terasa lucu di dengar. Hal tersebut membuat siswa tersebut tidak akan keluar masuk kelas lagi.
Adapun kendala yang didapati oleh siswa dari proses pembelajaran memerankan isi cerita fabel yang sudah dilakukan, yaitu mengenai menghapal dialog naskah cerita fabel. Maka dari itu solusi yang diterapkan guru dengan cara memberi tahukan kepada masing-masing kelompok boleh mengubah panjang dialognya sekreatif mungkin. Tetapi alurnya tidak lari dari teks cerita fabel yang sudah ditentukan. Agar lebih lancar nantinya dalam pementasan guru memberikan siswa teks dialog cerita fabel untuk mereka bawa diruma dan pementasannya pada pertemuan berikut.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, di dalam ”penerapan strategi  role playing dalam pembelajaran memerankan isi cerita fabel” memerlukan waktu yang cukup banyak. Maka guru membuat dua kali pertemuan agar tercapainya tujuan pembelajaran. Dengan waktu dua kali pertemuan ini siswa dapat dengan mudah mempelajari pemeranan cerita fabel. Tetapi juga pembagian waktu untuk tahapan-tahapan haruslah teliti agar dapat berjalan dengan baik. Tahapan-tahapan yang dimaksud ialah dari menampilkan pemeranan pada awal pembelajaran, merencanakan semua fasilitas berupa properti dalam pemeranan nantinya, tahap pementasan masing-masing kelompok, dan hasil pemaparan penilaian terhadap kelompok lain.


















BAB VI
PENUTUP

6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah diuraikan dan dibahas sebelumnya, maka pada penelitian ini dapaat disimpulkan sebagai berikut.
1)      Penerapan strategi role playing dalam pembelajaran memerankan isi cerita fabel pada kelas VII SMP N 1 Limboto sudah cukup baik. Hal ini bisa dilihat dari beberapa aspek yang telah dipenuhi siswa dalam memerankan isi cerita fabel.
2)      Kemampuan siswa dalam memerankan isi cerita fabel sudah cukup baik dan bisa dikatakan sudah mampu, hal ini dilihat dari pemeranan siswa kelas VII.5 SMP N 1 Limboto yang sudah sesuai yaitu mimik muka, gerak-gerik tubuh, intonasi, dan kreatif dalam pemeranan.
3)      Dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan strategi role playing ada beberapa faktor-faktor penghambat dalam pembelajaran meliputi fasilitas yang kurang mendukung, siswa keluar masuk kelas, kesulitan menghafal dialok yang ada dalam teks cerita fabel, dan proses pembelajaran memerlukan waktu yang cukup lama.
4)     
61
Upaya dalam mengatasi masalah-masalah diatas sebagai berikut. Menyiapkan fasilitas untuk menjaga ketika dalam proses pembelajaran berlangsung berjalan dengan lancar. Mengarahkan siswa yang kelaur masuk kelas, agar siswa tersebut tidak ketinggalan materi dan terfokus dalam menerima materi yang sedang diajarkan. Sudah memberikan siswa teks dialog cerita fabel untuk pertemuan berikutnya.
6.2 Saran
      Berdasarkan hasil penelitian penerapan strategi role playing dalam pembelajaran memerankan isi cerita fabel pada kelas VII SMP N 1 Limboto, maka peneliti menyarankan agar :
1)      Diharapkan guru dalam menerapkan strategi role playing agar lebih kretif dalam menyiapkan perangkat pembelajaran.
2)      Guru memberikan motivasi kepada siswa, agar siswa lebih percaya diri dalam memerankan isi cerita fabel.
3)      Guru secara maksimal membimbing siswa agar pembelajaran memerankan isi cerita fabel berjalan dengan baik dan terarah.





Komentar