|
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar
dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran,
serta pembentukan sikap, dan kepercayaan pada peserta didik. Seperti yang
dikatakan Aunurrahman (2013: 9) pembelajaran ialah sebagai proses transfer
informasi dari guru kepada siswa. Pembelajaran yang dimaksud ialah seperti apa
yang dilakukan di sekolah setiap harinya, di sekolah tiap harinya terjadi
proses informasi dari guru ke siswa. Guru mempunyai berbagai macam cara untuk
mentransferkan informasi atau memberikan ilmu kepada siswanya baik menggunakan
model, strategi, media, dan lain-lain. Penjelasan di atas itulah yang dimaksud
dalam pembelajaran.
1
|
Salah satu model
pembelajaran yang kretif dan produktif adalah
model role playing. Model role playing adalah model pembelajaran
permainan gerak yang di dalamnya ada aturan-aturan tertentu (bermain peran).
Menurut Huda (2014: 209) role playing adalah
suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan
penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa
dengan memerankan diri sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada
umumnya dilakukan lebih dari satu orang,
bergantung pada apa yang diperankan. Menurut Huda (2014: 2010) ada beberapa
keunggulan yang bisa diperoleh siswa dengan menggunakan metode Role Playing ini. Diantaranya adalah: 1)
dapat memberikan kesan pembelajaran yang kuat dan tahan lama dalam ingatan
siswa; 2) biasa menjadi pengalaman belajar menyenangkan yang sulit untuk
dilupakan; 3) membuat suasana kelas menjadi lebih dinamis dan antusiastis; 4)
membangkitkan gairah dan se angat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan
rasa kebersamaan; dan 5) memungkinkan siswa terjun langsung memerankan sesuatu
yang akan dibahas dalam proses belajar.
Strategi pembelajaran role playing cocok dipakai dalam
pelajaran bahasa indonesia, khususnya dalam pembelajaran SMP kelas VII
kurikulum 2013 yaitu materi teks fabel. Penelitian
ini difokuskan pada kompetensi dasar memerankan isi teks fabel. Teks fabel adalah suatu cerita yang
tokoh-tokohnya adalah binatang berperilaku sebagai manusia dan memiliki nilai
moral. Teks fabel ini bukan hanya semata-mata hiburan tetapi suatu cerita yang
memiliki nilai moral. Pelajaran
yang terdapat pada isi teks fabel ini sangatlah penting untuk kita pelajari,
karena teks fabel ini mengandung nilai-nilai moral yang bisa kita jadikan
pelajaran dalam kehidupan sehari-hari.
Teks fabel memiliki
empat bagain struktur yang terkandung di dalamnya (a) orientasi, bagian awal
yang berisi pengenalan tokoh, latar tempat dan waktu.
(b) komplikasi, urutan peristiwa kejadian yang dihubungkan secara
sebab akibat. Bagian ini tokoh utama berhadapan dengan masalah (problem). Jika tidak ada masalah, masalah harus
diciptakan. (c) resolusi,
pada
struktur ini pengarang mengungkapkan solusi yang dialami tokoh. Bagian ini
merupakan kelanjutan dari komplikasi, yaitu pemecahan masalah. Masalah harus
diselesaikan dengan cara yang kreatif. (d) koda, koda merupakan bagian akhir cerita
yang biasanya berupa kesimpulan.
Melalui penerapan
strategi pembelajaran role playing pada
pelajaran memerankan isi cerita fabel, siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto diharapkan
dapat: (a) memerankan isi cerita fabel sesuai dengan mimik, gerak gerik, bahasa
lisan semua tokoh sesuai dengan watak yang harus diperankan, (b) siswa mengungkapkan
perkenalan tentang tokoh dan latar cerita dengan gaya yang kreatif dan sesuai
isi cerita fabel, (c) isi pemeranan sesuai pada tahap konflik, (d) pemeranan
pada tahap resolusi sesuai, (e) pesan-pesan moral dalam koda diungkapkan siswa
dengan tepat.
Dengan penerapan
strategi role playing siswa dapat
secara langsung melihat dan memerakan isi cerita fabel. Seperti yang sudah
dijelaskan di atas mengenai strategi pembelajaran role playing, bahwa siswa nantinya dalam pembelajaran akan secara
aktif memerankan dan melakukan
praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) pada situasi tertentu. Dengan
strategi role playing juga siswa
dapat melatih keterampilan ber bicara dengan bahasa yang baik dan benar.
Berdasarkan uraian di atas,
maka peneliti tertarik untuk mengadakan peneletian tentang “Penerapan strategi role playing dalam pembelajaran memerankan isi fabel pada
Siswa Kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto Tahun Ajaran 2016/2017”.
1.2 Fokus Penelitian
1.2.1
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, rumusan masalah dalam penelitian
ini yaitu.
1. Bagaimanakah
penerapan strategi pembelajaran Role Playing
dalam pelajaran memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1
Limboto ?
2. Bagaimanakah
kemampuan siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto dalam memerankan isi fabel
terhadap penerapan strategi pembelajaran role
playing ?
3. Apa
saja faktor-faktor penghambat dalam penerapan strategi pembelajaran Role Playing dalam pelajaran memerankan
isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto ?
4. Upaya
apa saja yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul dalam penerapan
strategi pembelajaran role playing
dalam pelajaran memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1
Limboto ?
1.2.2
Tujuan penelitian
1. Mendeskripsikan
penerapan strategi pembelajaran Role
Playing dalam pelajaran memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5
SMP Negeri 1 Limboto ?
2. Mendeskripsikan
kemampuan siswa siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto dalam memerankan isi
fabel terhadap penerapan strategi pembelajaran role playing.
3. Mendeskripsikan
apa saja faktor-faktor penghambat dalam penerapan strategi pembelajaran role playing dalam pelajaran memerankan
isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto.
4. Mendeskripsikan
solusi yang dilakukan guru untuk mengatasi masalah yang timbul dalam penerapan
strategi pembelajaran role playing
dalam pelajaran memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1
Limboto.
1.3
Kegunaan penelitian
Adapun kegunaan atau manfaat
yang diharapkan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1.
Bagi Guru
a. Untuk
memberikan solusi strategi pembelajaran terhadap pelaksanaan pembelajaran
memerankan isi teks fabel.
b. Untuk
menciptakan suasana pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan.
2.
Bagi Siswa
a. Meningkatkan
keterampilan siswa dalam memerankan isi teks fabel.
b.
Siswa
tidak kesulitan lagi untuk memerankan isi teks fabel secara benar.
c. Menanamkan
pemahaman pada siswa bahwa dalam pembelajaran memerankan isi teks fabel ini
bukanlah pembelajaran yang membosankan tapi menyenangkan.
3.
Bagi Sekolah
a. Memberikan kontribusi positif bagi sekolah
dalam mengembangkan model pembelajaran.
b. Memberikan
pengalaman bagi sekolah berkaitan dengan kegiatan penelitian.
1.4 Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya
kesalahan penafsiran, maka dikemukakan secara operasional istilah atau
kata-kata yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1.
Role
playing atau bermain
peran adalah suatu strategi dalam
proses penerapannya menekankan aktivitas pembelajar membayangkan dirinya
seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain.
2.
Memerankan adalah kegiatan menjadi orang
lain sesuai tuntunan lakon drama.
3.
Teks fabel adalah cerita yang di
dalamnya ialah tokoh-tokohnya binatang berperilaku seperti manusia, teks fabel
bukan hanya cerita hiburan tetepi juga mengandung nilai moral.
4. Pembelajaran
yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu proses penerapan strategi role playing dalam pembelajaran
memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto. Materi
pembelajaran dalam penilitian ini adalah materi teks fabel dengan KD memerankan
isi cerita fabel. Dalam pembelajaran siswa dituntut untuk mampu memerankan atau
melakonkan isi cerita fabel. Siswa yang dimaksud dalam objek penlitian ini
ialah dikhususkan siswa kelas VII.5 SMP
Negeri 1 Limboto tahun ajaran 2016-2017. Guna dari penelitian ini untuk melihat
kecocokan antara strategi dengan materi yang diajarkan. Dengan tahapan akhir
evaluasi yang dilihat dari penilaian yang sudah di tentukan oleh guru berupa
beberapa aspek kriteria yang harus dicapai dalam pemeranan, disinilah dapat
dilihat apakah siswa mampu mencapai indikator yang ingin dicapai yaitu
memerankan isi cerita fabel.
ACUAN TEORI
2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya
Kajian yang relevan yang
pernah dilakukan sebelumnya adalah kajian tentang menulis teks fabel dengan
menggunakan metode example non example di SMP. Selengkapnya hasil kajian dipaparkan
sebagai berikut. “Kefektifan
Penggunaan Model Example Non-example dalam
pembelajaran menulis teks fabel pada siswa kelas VII SMP Negeri 6 Magelang.”. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan perbedaan keterampilan menulis teks fabel antara kelompok siswa
yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model example non-example dengan kelompok siswa yang tidak mengikuti
pembelajaran dengan model example non-example
dan untuk mengetahui keefektifan penggunaan model example non-example dalam pembelajaran menulis teks fabel siswa
kelas VIII SMP Negeri 6 Magelang. Adapun juga kajian relevan yang pernah
dilakukan sebelumnya dengan menggunakan strategi role playing SMP 2 Suwawa, selengkapnya dipaparkan sebagai berikut.
“Penerapan Model Bermain Peran (role
playing) dalam Pembelajaran Teks Tanggapan Deskripsi Pantun pada Siswa Kelas
VII SMPN 2 Suwawa TP. 2014/2015”. Penelitian deskriptif ini adalah untuk
menggambarkan fakta yang sebenarnya mengenai pembelajaran teks tanggapan
deskriptif pantun dengan menggunakan model role playing.
8
|
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode
penelitian eksperimen semu. Desain penelitian ini menggunakan rancangan pretest-posttest control group design.
Variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu variabel bebas berupa model example non-example dan variabel terikat
berupa kemampuan menulis teks fabel. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas
VIII SMP Negeri 6 Magelang. Sample diambil dengan teknik simple random sampling, kemudian ditetapkan kelas VIII C sebagai
kelompok eksperimen dan kelas VIII D sebagai kelompok kontrol. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes, yaitu berupa tes menyusun
teks cerita fabel.
Relevensinya dengan
penelitian ini sama-sama meneliti teks fabel dalam pembelajaran. Akan tetapi
perbedaannya yakni Fikar Radhika meneliti bagamana proses pelaksanaan
pembelajaran menulis teks fabel dengan menggunakan model example non example. Sedangkan penelitian ini lebih kepada
penerapan Model pembelajaran role playing
dalam pelajaran memerankan isi fabel.
2.2 Kajian Teori
2.2.1 Hakikat Teks Cerita Fabel
2.2.1.1
Pengertian Teks Cerita Fabel
Teks cerita fabel
adalah cerita tentang kehidupan binatang yang berperilaku menyerupai manusia.
Cerita fabel sering juga disebut cerita moral karena pesan yang ada di dalam
cerita fabel berkaitan erat dengan moral. Cerita fabel berisi sebuah cerita
yang di dalam tokoh-tokonya atau pemerannya itu hewan yang berperilaku seperti
manusia. Teks ini bukanlah hiburan semata tetapi mengandung pembelajaran yang
dapat kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. teks fabel digunakan
sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan moral kepada pembaca, dengan
tujuan agar pembaca tidak mudah tergodah untuk melakukan tindakan tercelah.
Menurut Didipu
(2013: 72) fabel adalah jenis dongeng yang tokoh-tokoh di dalam adalah hewan
atau binatang. tokoh-tokoh binatang alam fabel dianggap sebagai representasi
tokoh manusia secara nyata. Sudarmadji, dkk (2010: 12) melengkapi pendapat di
atas bahwa fabel adalah cerita tentang dunia hewan atau tumbuhan-tumbuhan yang
seolah-olah bisa berbicara seperti umumnya manusia. Fabel biasanya menceritakan
tentang kehidupan di alam mereka, dimana mereka hidup dan tinggal. Sama halnya
dengan pendapat yang sudah diuraikan tadi, dipertegas lagi oleh Sugihastuti
(2013: 26) bahwa fabel sebagai teks persuasif, yang berarti bahwa teks yang
mengajarkan sesuatu, yang meyakinkan, kadang kalah bersifat humor, mengharukan,
dan yang memberi informasi.
Menurut Danandjaja
(2000: 83) teks fabel adalah salah satu jenis dongeng mengenai dunia binatang,
dimana binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak
seolah-olah sebagai manusia. Tokoh-tokoh dalam cerita teks fabel semuanya
binatang, binatang tersebut diceritakan mempunyai akal, tingkah laku, dan
pendapat berbicara seperti manusia.Watak dan budi manusia juga digambarkan
sedemikian rupa melalui tokoh binatang tersebut. Tujuan teks memberikan ajaran
moral dengan menunjukkan sifat-sifat jelek manusia melalui simbol
binatang-binatang. Melalui tokoh binatang, pengarang ingin mempengaruhi pembaca
agar mencontoh yang baik dan tidak mencontoh yang tidak baik.
Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa cerita fabel adalah cerita
tentang kehidupan binatang yang berperilaku menyerupai manusia. Teks cerita
fabel bukanlah cerita hiburan semata, tetapi cerita yang juga mengandung nilai
moral atau terdapat pembelajaran. Sebab itu teks cerita fabel dalam penelitian
ini sangatlah penting untuk siswa pahami, karena mengandung nilai moral atau pelajaran
yang dapat siswa petik untuk dijadikan pembelajaran dalam kehiduan sehari-hari.
Berdasarkan konsep pengertian teks cerita fabel yang sudah dijabarkan, maka
penjelasan tersebut dapat dijadikan acuan konsep penelitian ini.
2.2.1.2 Ciri-Ciri Teks Cerita Fabel
Cirikhasnya masing-masing sama halnya dengan teks fabel
menurut Nurgiyantoro (2010: 22-23) teks fabel memiliki ciri berupa tokoh
binatang-binatang yang dapat berbicara, bersikap, dan berperilaku sebagaimana
halnya manusia. Pada umumnya fabel tidak panjang secara jelas mengandung ajaran
moral dan pesan moral itu secara nyata biasanya ditempatkan pada bagian akhir
cerita. Menurutnya, cerita fabel bersifat universal artinya cerita ini
ditemukan diberbagai masyarakat didunia. Biasanya ada binatang tertentu yang
dijadikan primadona tokoh misalnya kancil, tupai, rubah, dan lain-lain
bergantung pada pemilihan masyarakat pemiliknya. Seting hanya dijadikan latar
belakang penceritaan dan tidak jelas waktu kejadiannya, tapi biasanya
menunjukan masa lampau.
Sementara itu menurut
Sugihastuti (2013: 25-26) berpendapat bahwa fabel disebut juga sebagai teks
persuasif. Teks persuasif ini terutama mementingkan penerima, pembaca, atau
dalam hal komunikasi lisan adalah pendengar. Ciri persuasif inilah yang sering
mengantarkan fabel sebagai teks yang deduktif. Menyambung dengan penjelasan di atas,
Sulistiyorini (2014: 627) yang menyatakan bahwa dalam teks fabel mengandung
nilai-nilai moral maupun etika yang dapat diteladani. Di dalamnya ada sikap,
tutur kata, maupun perilaku tokoh yang dapat diambil nilai-nilai moral maupun
etika yang dapat di teladani.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teks
fabel bercirikan (1) bertokoh binatang dengan sikap/tingkah laku yang
menyerupai manusia, (2) bersifat persuasif, artinya mengajak untuk berbuat
kebaikan, dan (3) secara umum teksnya tidak terlalu panjang. Teksnya yang tidak
terlalu panjang mempermudah pembaca untuk memetik pesan moralnya secara tepat
dan cepat. Berlandaskan konsep ciri-ciri cerita fabel ini daharapkan siswa
benar-benar memahami cici-cirinya. Dengan demikian dalam pemeranan nantinya
tergambarkan secara jelas ciri-ciri cerita fabel.
2.2.1.3 Struktur Cerita Fabel
Apabila membicarakan
struktur teks fabel ternyata tidak jauh beda dengan teks cerita pendek. Teks
cerita pendek disusun dengan struktur yang terdiri atas orientasi, komplikasi,
dan resolusi. Sementara itu, teks fabel ditambah dengan struktur koda pada
bagian akhir sehingga terbentuk struktur orientasi, komplikasi, resolusi, dan
koda. (kemendikbud, 2013: 189). Struktur teks fabel secara umum termasuk dalam
kategori jenis teks sastra naratif karena teks sastra naratif biasanya
menceritakan tentang suatu hal yang benar-banar tidak terjadi (imajinasi
pengarang). Teks ini mempunyai tujuan untuk menghibur pembaca, mendidi, dan
menyampaikan refleksi tentang pengalaman pengarangnya.
Struktur teks fabel
menurut Sudarwati dan Grace (2005: 43) adalah: (1) orientasi: pengenalan tokoh
karakter, waktu, dan tempat yang terjadi (siapa/apa, kapan, dan dimana); (2)
komplikasi: tokoh dalam cerita mengalami sebuah permasalahan atau pengembangan
konflik/kejadian); dan (3) resolusi: penyelesaiyan konflik dalam cerita.
Sementara itu menurut
Zabadi, dkk. (2014) menjelaskan tentang struktur teks fabel sebagai berikut.
a.
Orientasi
Bagian awal cerita yang berisi
pengenalan tokoh, latar tempat, suasana, dan waktu serta masuk ketahap awal
berikutnya.
b.
Komplikasi
Bagian dimana tokoh dalam cerita
berhadapan dengan masalah, masalah harus diciptakan.
c.
Resolusi
Bagian ini merupakan kelanjutan
dalam kmplikasi, yaitu pemecahan masalah.
d.
Koda
Pengubahan yang terjadi pada tokoh dan pelajaran yang
dipetik dari akhir cerita tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
struktur teks fabel terdiri atas orientasi ( pengenalan tokoh dan latar),
komplikasi (tahap permasalahan), resolusi (tahap penyelesaian), dan koda
(pengubahan tokoh/amanat). Dengan adanya penjelasan mengenai struktur cerita
fabel ini kita dapat memahami susunan atau struktur yang benar dalam cerita.
2.2.1.4 Contoh Struktur Cerita Fabel
Kupu-Kupu Berhati Mulia
a. Orientasi
Dikisahkan
pada suatu hari yang cerah ada seekor semut berjalanjalan di taman. Ia sangat
bahagia karena bisa berjalan-jalan melihat taman yang indah. Sang semut
berkeliling taman sambil menyapa binatang-binatang yang berada di taman itu.
b. Komplikasi
Ia melihat sebuah kepompong di atas
pohon. Sang semut mengejek bentuk kepompong yang jelek yang tidak bisa pergi ke
mana-mana.
“Hei,
kepompong alangkah jelek nasibmu. Kamu hanya bisa menggantung di ranting itu.
Ayo jalan-jalan, lihat dunia yang luas ini. Bagaimana nasibmu jika ranting itu
patah?”
Sang
semut selalu membanggakan dirinya yang bisa pergi ke tempat ia suka. Bahkan,
sang semut kuat mengangkat beban yang lebih besar dari tubuhnya. Sang semut
merasa bahwa dirinya adalah binatang yang paling hebat. Si kepompong hanya diam
saja mendengar ejekan tersebut.
Pada
suatu pagi sang semut kembali berjalan ke taman itu. Karena hujan, di mana-mana
terdapat genangan lumpur. Lumpur yang licin membuat semut tergelincir ke dalam
lumpur. Ia terjatuh ke dalam lumpur. Sang semut hampir tenggelam dalam genangan
itu. Semut berteriak sekencang mungkin untuk meminta bantuan. “ Tolong, bantu
aku! Aku mau tenggelam, tolong..., tolong....!
c. Resolusi
Untunglah
saat itu ada seekor kupu-kupu yang terbang melintas. Kemudian, kupu-kupu
menjulurkan sebuah ranting ke arah semut.
“Semut, peganglah erat-erat ranting
itu! Nanti aku akan mengangkat ranting itu.”
Lalu,
sang semut memegang erat ranting itu. Si kupu-kupu mengangkat ranting itu dan
menurunkannya di tempat yang aman. Kemudian, sang semut berterima kasih kepada
kupu-kupu karena kupu-kupu telah menyelamatkan nyawanya. Ia memuji kupu-kupu
sebagai binatang yang hebat dan terpuji.
Mendengar
pujian itu, kupu-kupu berkata kepada semut. “Aku adalah kepompong yang pernah
diejek,” kata si kupukupu. Ternyata, kepompong yang dulu ia ejek sudah
menyelamatkan dirinya.”
d. Koda
Akhirnya,
sang semut berjanji kepada kupu-kupu bahwa dia tidak akan menghina semua
makhluk ciptaan Tuhan yang ada di taman itu.
2.2.1.5 Kaidah
Kebahasaan Teks Cerita Fabel.
Secara umum kaidah dapat juga diartikan sebagai pedoman atau
aturan yang perlu ditaati dalam sebuah teks. Namun konteks kaidah teks fabel
ini lebih mengarah pada ciri-ciri kebahasaanya. Fabel adalah jenis dongeng yang
menggunakan hewan sebagai tokoh cerita, maka bahasa dalam fafel dimanfaatkan
untuk menggambarkan sifat-sifat hewan yang memiliki kemiripan atau kesamaan
sifat manusia.
a.
Mengklasifikasi
kata kerja
Kata kerja dikenal juga dengan sebutan verba. Menurut Alwi
dkk (2003: 87-88) ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati perilaku
semantic, perilaku sintaksis, dan bentuk morfologi. Akan tetapi secara umum
verba dapat diidentifikasi dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama
dari adjektiva, karena ciri-ciri: (a) verba memilki fungsi utama sebagai
predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai
fungsi lain; (b)verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau
keadaan yang bukan sifat; (c) pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan
kata-kata yang menyatakan makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti ‘agak
belajar’, ‘sangat pergi’, dan ‘bekerja’ sekali meskipun ada bentuk seperti
sangat berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali.
b.
Penggunaan
kata sandang
Kaidah penulisan si dan sang terpisah dengan kata yang
diiutinya. kata si dan sang ditulis dengan huruf kecil, bukan huruf kapital.
Perhatikan contoh penggunaan dalam kalimat-kalimat tersebut. Bedakan dengan
contoh berikut ini.
1. Bagaimana caranya agar si kecil
rajin belajar ? Tanya ibu.
2. Si Yamyam dan si Monmon namanya.
Kata kecil pada Kalimat 1) ditulis
dengan huruf kecil karena bukan merupakan nama. Pada kalimat 2) Yamyam dan
Monmonditulis dengan huruf Y dan M kapital karena dimaksudkan sebagai panggilan
atau nama julukan. Penjelasan tersebut dipertegas dengan pendapat waridah
(2014:32) yang mengungkapkan bahwa kata si dan sang ditulis terpisah dari kata
yang mengikutinya. Huruf awal si dan sang ditulis huruf capital jika
kata-katanya itu diperlukan sebagai unsur nama diri. jadi, si dan sang
benar-benar perlu perhatian antara merujuk nama diri atau bukan.
c. Penggunaan kata keterangan tempat
dan waktu
Di dalam teks fabel biasanya mengikut sertakan kata
keterangan tempat dan kata keterangan waktu untuk menghidupkan suasana.
Keterangan tempat menunjukan lokasi terjadinya peristiwa, kegiatan, atau
keadaan. Frasa tempat sangat sederhana, yaitu terdiri atas preposisi di atau ke
atau dari, diikuti FN (Frasa nomina) seperti ditempat ini, ke kota itu, dan
dari tepi pantai. Sementara itu, keterangan waktu menunjukan jangka waktu atau
lama kegiatan, proses atau keadaan sesuatu, seperti detik, menit, jam, hari,
minggu, bulan, dan ,tahun.
d.
Penggunann
kata hubung lalu, kemudian, dan akhiran.
Suatu peristiwa atau keadaan dapat terjadi secara tahapan
atau tingkatan urutan waktu sehingga terdapat permulaan, lanjutan, dan
akhirnya. Urutan tingkatan atau tahapan itu tentu diakomodasikan oleh bahasa
sehingga pemakai dapat menyatakan urutan tingkatan itu sesuai dengan kebiasaan
tingkah laku pemakaian-pemakaian itu (Samsuri, 1982: 385) Kata lalu dan
kemudian memiliki makna yang sama. Kata itu digunakan sebagai penghubung antara
kalimat dan intrakalimat. Kata ‘akhirnya ‘ biasanya digunakan untuk menyimpulkan
dan mengakhiri informasi dalam paragraf atau dalam teks.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita lihat bahwa teks
fabel memiliki kaidah kebahasaan yang harus ditaati. Dengan ini nantinya kita
dalam menentukan teks fabel dalam pemeranan pembelajaran harus sesuai dengan
penjelasan kaidah kebahasaan teks fabel. Sebab itu kita harus benar-benar paham
mengenai kaidah kebahasaannya.
2.2.2 Hakikat Strategi Role Playing
2.2.2.1 Pengertian Strategi Role Playing.
Menurut
Huda (2014: 208-209) Role Playing atau
bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang di dalamnya ada tujuan, aturan,
dan edutainment. Dalam rencana
pembelajaran, siswa dikondisikan pada situasi tertentu diluar kelas, meskipun
saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, Role Playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas
di mana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan
memainkan peran orang lain.
Role Playing adalah
suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan
penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa
dengan memerankan diri sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada
umumnya dilakukan lebih dari satu orang,
bergantung pada apa yang diperankan. Pada strategi Role Playing, titik tekannya terletak pada keterlibatan emosional
dan pengamatan indra kedalam suatu situasi permasalahan yang secara nyata
dihadapi. Siswa diperlakukan sebagai subjek pembelajaran yang secara aktif
melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama
teman-temanya pada situasi tertentu.
Strategi Role Playing juga diorganisasi berdasarkan
kelompok-kelompok siswa yang heterogen. Masing-masing kelompok
memperagakan/menampilkan skenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi
kebebasan berimprovisasi, namu masih
dalam batas-batas skenario dari guru.
Menurut Shoimin (2014:
161) Model ini memberikan kesempatan pada siswa-siswa untuk praktik menempatkan
diri mereka dalam peran-peran dan situasi yang akan meningkatkan kesadaran
terhadap nilai-nilai dan keyakinan mereka sendiri dan orang lain.
Untuk implementasi roling playing, yang harus dilakukan
guru antara lain:
a.
Menyajikan atau membantu siswa memilih
situasi bermain peran yang tepat.
b. Membangun
suasana yang mendukung, yang mendorong siswa untuk bertindak “seolah-olah”
tanpa perasaan malu.
c. Mengelola
situasi bermain peran dengan cara sebaik-baiknya untuk mendorong timbulnya
spontanitas dan belajar.
d. Mengajarkan
keterampilan mengobservasi dan mendengarkan secara efektif kemudian menafisirkan
dengan tepat apa yang mereka lihat dan dengarkan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa model role playing membuat
siswa dapat secara langsung melihat dan memerankan isi dalam materi. Seperti
yang sudah dijelaskan diatas tadi mengenai model pembelajaran role playing, bahwa siswa nantinya dalam
pembelajaran akan secara aktif memerankan dan
melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) pada situasi
tertentu. Berdasarkan keterangan di atas, menyatakan bahwa strategi role playing sangatlah cocok dipakai
dalam pembelajaran KD memerankan.
2.2.2.2 Keunggulan dan Kelemahan Stategi
Role Playing
Menurut
Huda (2014: 2010) ada beberapa keunggulan yang bisa diperoleh siswa dengan
menggunakan metode Role Playing ini.
Diantaranya adalah: 1) dapat memberikan kesan pembelajaran yang kuat dan tahan
lama dalam ingatan siswa; 2) biasa menjadi pengalaman belajar menyenangkan yang
sulit untuk dilupakan; 3) membuat suasana kelas menjadi lebih dinamis dan
antusiastis; 4) membangkitkan gairah dan se angat optimisme dalam diri siswa
serta menumbuhkan rasa kebersamaan; dan 5) memungkinkan siswa terjun langsung
memerankan sesuatu yang akan dibahas dalam proses belajar.
Akan
tetapi, strategi Role palying juga
memilki kelemahannya sendiri, seperti: 1) banyak waktu yang dibutuhkan; 2)
kesulitan menugaskan peran tertentu kepada siswa jika tidak dilatih dengan
baik; 3) ketidak mungkinan menerapkan rencana pembelajaran jika suasana kelas
tidak kondusif; 4) membutuhkan persiapan yang benar-benar matang yang akan
menghabiskan waktu dan tenaga; dan 5) tidak semua materi pembelajaran dapat
disajikan melalui strategi ini.
Menurut
Hoimin (2014: 162) Model Role Playing
mempunyasi kelebihan dan kekurangan sebagai berikut.
1. Kelebihan
model Role Playing
a. Siswa
bebas mengambil keputusan berekspresi secara utuh.
b. Permainan
merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang
berbeda.
c. Guru
dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan
permainan.
d. Berkaitan
dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa.
e. Sangat
menarik bagi siswa sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh
antusias.
f. Membangkitkan
gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan
dan kesetiakawanan sosial yang tinggi.
g. Dapat
menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah dan dapat memetik
butir-butir hikmah yang terkandung didalamnya dengan penghayatan siswa sendiri.
h. Dimungkinkan
dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan/
kesempatan bagi lapangan kerja.
2. Kekurangan
model Role Playing
a. Metode
bermain peran memerlukan waktu yang relative panjang.
b. Memerlukan
kretivitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. ini tidak
semua guru memilkinya.
c. Kebanyakan
siswa yang ditunjuk merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu.
d. Apabila
pelaksanaan sosiodrama dan bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat
memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak
tercapai.
e. Tidak
semjua materi pembelajaran dapat disajikan melalui metode ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan
seorang guru haruslah pintar dalam pemilihan strategi pembelajaran, karena
setiap strategi pembelajaran pasti mempunyai kakurangan. Sebab itu strategi
pembelajaran harus berkesinambungan dengan materi. Seperti halnya strategi role playing yang sudah dijelaskan di
atas sangatlah cocok ketika dipakai dalam penelitian ini. Contoh menarik bagi
siswa sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias. Membangkitkan
gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa
kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi.
2.2.2.3
Strategi
Pembelajaran Role Playing
Menurut
Aqib (2014: 25) Model Role Playing dapat
dilihat dalam langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
a. Guru
menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan.
b. Menunjuk
beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
c. Membentuk
kelompok siswa yang masing-masing beranggotakan 5 orang.
d. Memberikan
penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.
e. Memanggil
para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah
dipersiapkan.
f. Masing-masing
siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan.
g. Setelah
selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk
membahas/memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok.
h. Masing-masing
kelompok menyampaikan hasil kesimpulanya.
i.
Guru memberikan kesimpulan dan evaluasi secara
umum.
j.
Evaluasi
k. Penutup
Langkah
pokok roling playing antara lain:
a. Memilih
situasi bermain peran.
b. Mempersiapkan
kegiatan bermain peran.
c. Memilih
peserta/ pemain peran.
d. Mempersiapkan
penonton.
e. Memainkan
peran (melaksanakan kegiatan bermain peran).
f. Mendiskusikan
dan mengevaluasi kegiatan bermain peran.
Setiap strategi pembelajaran pasti
mempunyai tahapan-tahapan yang berbeda. Maka dari itu dalam tahapan-tahapan
strategi role playing di atas kita
dapat dengan mudah menyusun tahapan-tahapan dalam proses pembelajaran. Hal ini
memudahkan kita agar tidak lari dari tahapan cakupan strategi role playing.
2.2.3
Hakikat
Bermain Peran
Acting
(peran) berasal dari kata “to act” yang
berasal dari “ beraksi”. Acting dalam
konteks ini adalah perpaduan antara atraksi fisikal (kebertubuhan), intelektual
(analisis karakter dan naskah) dan spiritual (tranpormasi jiwa),(Saptaria,
2006:3). Usaha seorang aktor dalam melakoni seni akting adalah mengembangkan
kemampuan berekspresi, menganalisis naskah dan mentransformasi diri kedalam
karakter yang ia mainkan. Dengan menempa kemampuan ketiganya, aktor akan bisa
membuka diri dan menyerap kekayaan pengalaman hidup dari si tokoh sesuai dengan
konsep penulis naskah dan sutra dara.
Berperan
adalah menjadi orang lain sesuai dengan tuntutan lakon drama (Waluyo, 2006:
114). Sejauh mana keterampilan seorang aktor dalam berperan ditentukan oleh
kemampuannya meninggalkan egonya sendiri dan memasuki serta mengekspresikan
tokoh lain yang dibawakan.
Ada
lima syarat yang harus dimiliki oleh
seorang aktor, yaitu sebagai berikut.
1) Sensitif
2) Sensibel
3) Kualitas
personal
4) Daya
imajinasi yang kuat
Imajinasi
dapat dikembangkan dengan kreasi-kreasi aktor yang sering tidak direncanakan
sutradara. Agar drama bersifat komunikatif, dibutuhkan kepekaan panggung dan
kepekaan terhadap penonton. Hal ini disebabkan tidak merasa bahwa lakonnya itu
dibuat-buat. Dalam drama tidak boleh suatu masalah diterangkan panjang lebar,
sedang masalah laintidak mendapat bagian.
5) Stamina
fisik dan mental yang baik.
Langkah-langkah
dalam acting menurut Edward ( dalam
waluyo, 2006: 118) dapat dijelaskan sebagai beriut.
1)
Latihan Acting
Latihan
Acting dapat membentuk aktor sebagai impersonator, interprator, komentator.
Aktor sebagai impersonator artinya
actor menyerahkan diri sepenuhnya memasuki peran yang dibawakan. Setiap peran
dianggap sebagai dirinya sendiri. Dalam interprator
dan komentator, aktor tidak sepenuhnya memasuki peran yang dibawakan.
Identitas dirinya masih tetap tampak.
2) Gaya
estetis
Kita
memainkan semua gaya. Oleh sebab itu, aktor harus dilatih untuk memasuki gaya permainan
sesuai dengan gaya drama tersebut. Gaya serius, gaya tragedis, dan banyolan
merupakan gaya yang harus diekspresikan secara tepat oleh aktor atau aktris.
3) Pendekatan
untuk perannya
Ada dua pendekatan dalam menghayati
peran, yaitu metode dan teknik. Metode berhubungan dengan latihan sukma atau
latihan “unsur dalam”. Dalam pendekatan teknis, yang dipentikan adalah teknik
bermain yang berhubungan dengan faktor luas (fisik). Penampilan fisik dan
permain di pentas mengutamakan kombinasi permainan fisik dan emosi.
4) Bidang
acting
Ada tiga bidang yang harus digarap dalam
latihan acting, yaitu: teknik
(fisik), mental (intelektual), dan emosi (spiritual). Bidang acting yang bersifat teknis, misalnya
meliputio latihan pernapasan, latihan vocal, dan latihan proyeksi (penonjolan).
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam penampilan memerankan suatu tokoh yaitu pelafalan, intonasi,
ekspresi/mimik yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1) Pelafalan
Pelafalan
yaitu cara orang, kelompok orang atau masyarakat mengucapkan bunyi bahasa.
Dialog yang baik yang memperhatikan yakni terdengar (volume baik), volume suara baik
ialah yang dapat terdengar sampai jauh dalam jangkauan penonton, sampai
penonton yang paling belakang.
2) Intonasi
Intonasi adalah perubahan nada sewaktu
mengucapkan ujaran atau bagian-bagiannya. Intonasi juga merupakan tekanan-tekanan
yang diberikan kepada kata, bagian kata dan dialog.
3) Mimik
/ekspresi
Mimik
merupakan gerak-gerik wajah (air muka) untuk menunjukan emosi pemain. Mimik
juga merupakan gerak-gerik muka, mulut, bibir, hidung, dan kening. Jadi mimic
adalah raut muka atau wajah yang ditunjukan oleh pemain kepada penonton.
Pemahaman
tentang konsep bermain peran seperti penjelasan di atas sangatlah penting.
Contohnya mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bermain peran. Jelas
mempunyai aturan-aturan. Maka dari itu konsep di atas sangat membantu
kelancaran proses pembelajaran terhadap KD memerankan.
METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Tempat pelaksanaan penelitian ini di SMP
Negeri 1 Limboto. Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada semester genap
ajaran 2016/2017.
4.2 Jenis Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Jenis penelitian deskriptif
kualitatif merupakan metode yang menyajikan atau menggambarkan dan
menginterpretasi apa yang ada atau mengenai kondisi hubungan yang ada, pendapat
yang sedang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang
terjadi, atau kecenderungan yang tengah berkembang. Metode ini digunakan untuk
menggambarkan keadaan yang sebenarnya terjadi dilapangan yaitu tentang
kemampuan memerankan isi cerita fabel.
3.3
Data dan Sumber Data
Data
dalam penelitian ini segala fakta yang diperoleh dari penerapan model role playing dan siswa dalam pembelajaran memerankan isi teks
fabel. Sumber data dalam peniliatian ini adalah aktivitas proses belajar
mengajar di dalam kelas dengan penerapan model pembelajaran role playing dalam pelajaran memerankan
isi teks fabel.
27
|
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data,
menggunakan teknik sebagai berikut.
a.
Obsevasi
Menurut Nawawi dan
Martini (1992:74) observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala pada
objek penelitian.
1.
Pada teknik ini dilakukan untuk melihat
atau mengamati proses pembelajaran apakah cocok memerankan isi teks fabel
dengan menggunakan model role playing.
Observasi dilaksanakan dalam proses pembelajaran yang dilakukan dari awal
sampai akhir.
2.
Observasi dalam proses penerapan model role playing untuk melihat faktor-faktor
penghambat dalam pembelajaran memerankan isi teks fabel pada siswa kelas VII.5
SMP Negeri 1 Limboto.
b. Tes Kemampuan
Tes
kemampuan dimaksud dalam penelitian ini adalah teknik melihat kemampuan siswa
dalam memerankan isi teks fabel dengan baik dan benar. Bentuk tes kemampuan
siswa dalam memerankan isi teks fabel dapat dilihat dari beberapa aspek
pemeranan yang harus dipenuhi yaitu sebagai barikut.
1. Mimik,
gerak gerik, bahasa lisan semua tokoh sesuai dengan watak yang harus
diperankan.
2. Narator
mengungkapkan perkenalan tentang tokoh dan latar cerita dengan gaya yang
kreatif dan sesuai isi fabel.
3. Para
pelaku bereaksi terhadap konflik dan kemudian konflik meningkat.
4. Bahasa/
dialog dalam membangun konflik diungkapkan dengan intonasi, gerak-gerik dan
mimik yang sesuai.
5. Pemeranan
pada tahap resolusi sesuai.
6. Pesan-pesan
moral dalam koda diungkapkan narator dengan tepat.
D.
Dokumentasi
Dokumentasi
adalah mencari dan mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa foto siswa
yang sedang menerima pelajaran. Dokumentasi merupakan data yang penting sebagai
bukti terjadinya suatu kegiatan dalam hal proses pembelajaran yang bertujuan
untuk memperkuat hasil penelitian. Dokumentasi dalam penelitian ini adalah
foto-foto aktivitas siswa dalam proses pembelajaran memerankan isi cerita fabel.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi teknik
analisis kualitatif. Prosedur teknik analisis data adalah sebagai berikut. Data
yang terkumpul dari hasil observasi dikumpulkan dan dianalisis terutama data
dari hasil belajar dan hasil observasi tindakan,
1)
Mengidentifiksi
Tahap
ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi data yakni berupa fakta penerapan
dalam menggunakan proses role playing dan siswa dalam pembelajaran dalam memerankan
isi cerita fabel.
2)
Mengklasifikasi
Pada
tahap ini, data yang telah diperoleh diklasifikasi untuk mudah diteliti. Data
tersebut dilihat dari penerapan proses pembelajaran role playing dalam pembelajaran memerankan isi cerita fabel,
hambatan dalam prose pembelajaran, cara menanggulangi hambatan, dan berupa
keterampilan siswa berkelompok terhadap pemeranan teks cerita fabel sesui
dengan aspek-aspek pemeranan.
3)
Mendeskripsikan
Pada
tahap ini, dilakukan pendeskripsian data secara menyeluruh dengan melihat penerapan,
faktor penghambat, cara menanggulangi, dan hasil kemampuan siswa dalam
memerankan cerita fabel.
4)
Menganalisis
Pada
tahap ini, analisis dilakukan sesuai dengan data berdasarkan masalah-masalah
yang dikaji, yaitu faktor penghambat, cara menanggulangi, dan hasil kemampuan
siswa dalam memerankan cerita fabel.
Lembar
penilaian kemampuan siswa.
No
|
ASPEK
|
PENILAIAN
|
SKOR
|
KETERANGAN
|
1
|
Mimik muka
dalam pemeranan cerita fabel
|
Mimik muka
dalam pemeranan cerita fabel sangat baik
|
4
|
Sangat baik
|
Mimik muka
dalam pemeranan cerita fabel baik
|
3
|
Baik
|
||
Mimik muka
dalam pemeranan cerita fabel cukup baik
|
2
|
Cukup baik
|
||
Mimik muka
dalam pemeranan cerita fabel kurang baik
|
1
|
Kurang baik
|
||
2
|
Gerak-gerik
tubuh dalam pemeranan cerita fabel
|
Gerak-gerik
tubuh dalam pemeranan cerita fabel Sangat baik
|
4
|
Sangat baik
|
Gerak-gerik
tubuh dalam pemeranan cerita fabel baik
|
3
|
Baik
|
||
Gerak-gerik
tubuh dalam pemeranan cerita fabel Cukup baik
|
2
|
Cukup baik
|
||
Gerak-gerik
tubuh dalam pemeranan cerita fabel Kurang baik
|
1
|
Kurang baik
|
||
3
|
Bahasa
lisan dalam pemeranan
|
Bahasa lisan
dalam pemeranan cerita fabel sangat baik
|
4
|
Sangat baik
|
Bahasa lisan
dalam pemeranan cerita fabel baik
|
3
|
Baik
|
||
Bahasa lisan
dalam pemeranan cerita fabel cukup baik
|
2
|
Cukup baik
|
||
Bahasa lisan
dalam pemeranan cerita fabel Kurang baik
|
1
|
Kurang baik
|
||
4
|
Kreatif
dalam pemeranan
|
Kreatif
dalam pemeranan cerita fabel sangat baik
|
4
|
Sangat baik
|
Kreatif
dalam pemeranan cerita fabel baik
|
3
|
Baik
|
||
Kreatif
dalam pemeranan cerita fabel cukup baik
|
2
|
Cukup baik
|
||
Kreatif
dalam pemeranan cerita fabel kurang baik
|
1
|
Kuarang baik
|
Perhitungan
nilai adalah sebagai berikut.
5)
Menarik Kesimpulan Sementara
Setelah
melalui beberapa tahap di atas, tahap akhir yang harus dilakukan ialah
menyimpulkan sementara data dari faktor penghambat, cara menanggulangi,
dan hasil kemampuan siswa dalam
memerankan cerita fabel terhadap penerapan role
playing dalam pembelajaran memerankan isi teks fabel pada kelas VII SMP
Negeri 1 Limnoto.
PAPARAN DATA DAN
TEMUAN PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian
Pada bagian ini
dipaparkan hasil dan pembahasan penelitian, meliputi (1) penerapan metode role playing dalam pembelajaran
memerankan isi cerita fabel yang telah dibaca (2) kemampuan memerankan isi
cerita fabel terhadap penerapan role
playing (3) apa saja faktor-faktor penghambat dalam penerapan strategi
pembelajaran Role Playing dalam
pelajaran memerankan isi cerita fabel (4) upaya apa saja yang dilakukan untuk
mengatasi masalah yang timbul dalam penerapan strategi pembelajaran role playing dalam pelajaran memerankan isi
cerita fabel.
4.1.1 Penerapan
Strategi Role Playing dalam
Pembelajaran Memerankan Isi Cerita Fabel yang telah dibaca.
a.
Kegiatan Pendahuluan
33
|
b.
Kegiatan Inti
Pada
kegiatan inti ini dilakukan pembelajaran memerankan isi cerita fabel dengan
menggunakan strtegi role playing atau
bermain peran sebagai berikut.
Gambar
4.1 Murid Sedang Memerankan Isi Cerita Fabel “Cici dan Serigala”.
Gambar 4.1 adalah tahapan
pertama, terlihat 5 siswa atau 1 kelompok siswa yang sudah
ditunjuk oleh guru untuk melakonkan skenario cerita fabel “Cici dan Serigala”. Dalam
pelaksanaan memerankan cerita fabel “Cici dan Serigal” membutuhkan 4 siswa
untuk memerankan masing-masing tokoh, 1 siswa menjadi Cici si kelinci yang
egois, 1 siswa menjadi Upi si kelinci
yang baik hati, 1 siswa menjadi Pusi si kelinci yang baik hati, 1 siswa menjadi
Srigala yang jahat, dan satu orang jadi Narator. Pada saat pelakonan dimulai masing-masing
kelompok siswa duduk dikelompoknya sambil mengamati yang sedang diperankan. Guru
tidak lupa juga mengkondisikan siswa di dalam kelas agar tidak ribut, hal ini
menjaga agar siswa yang melakonkan skenario cerita fabel bisa dapat
berkonsentrasi dengan baik. Maka dari itu kondisi dalam kelas sangatlah perlu
diperhatikan agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.
Cerita fabel yang
sedang dilakonkan ini membutuhkan waktu yang tidak lama dalam melakonkannya. Dalam
melakonkan cerita ini membutuhkan waktu 5 menit saja, hal ini agar menghemat
waktu dalam proses pembelajaran. Para siswa-siswa dapat menilai pelakonan atau
pemeranan dengan patokan keempat aspek penilaian yang sudah ditentukan guru yaitu
mimik, gestur, intonasi, dan kekreatifitas dalam pemeranan. Dengan keempat
aspek ini siswa dapat dengan mudah memberikan penilain secara rinci.
Gambar
4.2 Tanya Jawab Siswa dan Guru
Gambar 4.2 merupakan
keterangan tahapan selanjutnya, setelah diperankan masing-masing kelompok
diberi kesempatan bertanya mengenai pemeranan yang sudah dilakukan. Ada
beberapa siswa yang bertanya mengenai pemeranan tentang gerak-gerik tokoh harus
disesuaikan dengan karakter binatangnya, ada juga yang bertanya apakah kita
tidak memakai properti, terjadilah tanya jawab antara siswa dengan guru.
Setelah semua kelompok menyampaikan pertanyaannya. Dari berbagai pertanyaan
masing-masing kelompok tadi, hal itulah yang dilihat bahwa siswa ada rasa ingin
tahu dan kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis.
Tahapan ini melihat, apakah siswa yang sedang mengamati temannya melakonkan skenario
itu memang sudah paham atau tidak tentang cara memerankan isi cerita fabel.
Ketika siswa itu bertanya hal ini menyatakan bahwa para siswa rasa ingin tahu
cara memerankan itu ada. Para siswa bisa mengetahui bahwa ini tidak sesuai, ini
tidak benar, dan lain-lain.
Gambar
4.3 Para Siswa Sedang Melihat Teks Fabel yang Sudah Dibagikan Guru
Gambar 4.3 merupakan
tahapan selanjutnya dalam proses pembelajaran. Pada tahapan ini, guru
membagikan teks cerita fabel “si Kelinci dan si Kera” pada masing-masing
kelompok dan menjelaskan cara memerankan teks tersebut. Pada tahapan ini
dilakukan agar siswa memahami dengan benar cara memerankan cerita fabel dengan
baik dan benar. Contohnya penjelasan tentang mimik muka, gerak gerik, bahasa
lisan, dan lain-lain yang bersangkutan dengan aspek pemeranan lainya. Dalam
penejelasannya dikaitkan atau dijadikan sebagai contoh yaitu pemeranan yang
sudah dilakukan pada awal pembelajaran. Pemeranan yang sudah dilakukan pada
awal pembelajaran tadi yaitu “cici dan serigala”.Dengan pemeranan tersebut
siswa sudah dapat melihat bagaimana cara
memerankan isi cereita fabel dengan beberapa aspek yang sudah ditentukan.
Dilihat dari gerak-gerik, mimik muka, intonasi, dan lain-lain. Hal ini
dilakukan agar memberikan rangsangan kepada siswa, sehingga membuat siswa
nantinya dalam memerankan isi cerita fabel sudah mempunyai pemahaman awal atau
gambaran awal.
Gambar 4.4 Siswa Sedang
Berdiskusi
Tahapan selanjutnya,
seperti yang terlihat di atas siswa mendiskusikan cara memeranka isi cerita
fabel “si Kelinci dan si Kera”. Dari berbagai macam pemahaman yang sudah
dijelaskan guru, siswa dituntut untuk mengolah agar pemeranannya sekreatif
mungkin. Masing-masing kelompok juga mengkonsultasikan hasil diskusi dan
meminta saran dari guru.
Untuk melihat kemampuan
siswa apakah sudah mampu memerankan isi cerita fabel. Maka setiap kelompok
ditugaskan untuk bisa memerankan isi cerita fabel “si Kelinci dan si Kera”.
Ditahapan inilah guru menilai berdasarkan hasil pemeranan yang siswa lakukan.
Gambar
4.5 Siswa Memamerkan Cerita Fabel
Seperti yang terlihat pada
gambar 4.5 merupakan tahapan siswa satu
persatu kelompok memamerkan pemeranannya dalam memerankan cerita fabel “si
Kelinci dan si Kera”. Cerita ini menggambarkan se ekor Kera yang jahat selalu
mencuri buah-buahan teman-temannya. Ada 4 tokoh yang diperankan oleh siswa
dalam cerita ini. Ada yang sebagai Kelinci, Kura-kura, Tupai, dan Kera. Sementara
itu kelompok lain mengamati untuk memberikan penilaian atau komentar terhadap
masing-masing kelompok yang tampil ditahapan terakhir pembelajaran.
Gambar 4.6 Siswa Menyampaikan Hasil Pengamatan dalam
bimbingan Guru
Setelah diperankan
masing-masing kelompok memberikan komentar kepada siswa yang sudah melakonkan
isi cerita fabel tadi. Komentar-komentar yang dimaksudkan ialah mengenai mimik
muka, gerak gerik, bahasa lisan, dan lain-lain yang bersangkutan dengan aspek pemeranan
lainya sesuai atau tidak. Masing-masing kelompok berdiskusi mengenai apakah
skenario yang diperankan tadi sesuai atau tidak. Ada kelompok yang berkomentar
tentang mimik muka tidak sesuai, karena dalam skenario ceritanya ketakutan
tetapi siswa yang melakonkan tersenyum. Ada juga kelompok yang berkomentar
gerak-gerik, karena dalam melakonkannya siswa hanya melakukan dalam keadaan
sitirahat ditempat tidak ada bahasa tubuh atau gerak-gerik sedang berdialog.
Setelah semua kelompok menyampaikan kritikannya. Maka dari berbagai kritikan masing-masing
kelompok tadi, itulah yang dijadikan pembelajaran agar kekurangan-kekurangan
dapat diperbaiki nantinya. Tahapan ini melihat, apakah siswa yang sedang
mengamati temannya melakonkan scenario itu memang sudah paham atau tidak
tentang cara memerankan isi cerita fabel. Hal ini bisah di nilai dari
kritikan-kritikan siswa-siswa tersebut. Ketika siswa itu mengkritik hal ini
menyatakan bahwa para siswa sudah mengerti, karena dengan landasan pemahaman
ilmu tentang memerankanlah kritikan itu tercipta. Para siswa bisa mengetahui
bahwa ini tidak sesuai, ini tidak benar, dan lain-lain.
C.
Penutup
Tahapan penutup ini, diawali
dengan menyimpulkan keseluruhan mengenai semua hal tentang pembelajaran yang
sudah dilewati tadi. Hal ini dilakukan agar pembelajaran yang sudah dilewati di
ingatkan kembali kepada siswa. Setelah itu guru mendampingi peserta didik
mengemukakan kesulitan dalam proses pembelajaran berlangsung. Tahapan ini akan
dijadikan pembelajaran untuk guru agar bisah disesuaikan dengan kebutuhan oleh
siswa terhadap proses pembelajaran. Kemudian memberikan salam penutup.
4.1. 2 Kemampuan siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1
Limboto dalam memerankan isi fabel terhadap penerapan strategi pembelajaran role playing.
Berdasarkan hasil
penerapan strategi role playing yang
sudah diterapkan di atas, maka berikut ini hasil kemampuan siswa siswa kelas
VII.5 SMP Negeri 1 Limboto dalam memerankan isi fabel dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel
Hasil Pengamatan Kemampuan Siswa Memerankan Isi Cerita Fabel pada Kelas VII.5
Kelompok 1
No
|
Nama Siswa
|
Tokoh
|
|
1.
|
Riski
Idris
|
Kura-kura
|
|
2.
|
Jeremia
Simanjuntak
|
Tupai
|
|
3.
|
Reski
Nento
|
Kelinci
|
|
4.
|
Fauzi
Setiawan
|
Kera
|
|
5.
|
Baby
Aurelya A. Rauf
|
Narator
|
|
No
|
Nama siswa
|
Mimik
muka dalam pemeranan cerita fabel
|
Gerak-gerik
tubuh dalam pemeranan cerita fabel
|
Bahasa
lisan dalam pemeranan cerita fabel
|
Kreatif
dalam pemeranan cerita fabel
|
Nilai
|
Keterangan
|
1.
|
Riski
Idris
|
3
|
2
|
4
|
3
|
75
|
Tuntas
|
2.
|
Jeremia
Simanjuntak
|
3
|
3
|
4
|
3
|
81
|
Tuntas
|
3.
|
Reski
Nento
|
2
|
2
|
4
|
3
|
68
|
Tidak
tuntas
|
4.
|
Fauzi
Setiawan
|
4
|
4
|
3
|
3
|
87
|
Tuntas
|
5.
|
Baby
Aurelya A. Rauf
|
3
|
2
|
4
|
3
|
75
|
Tuntas
|
|
Skor Rata-Rata
|
183: 5= 76
|
Tuntas
|
Kelompok 2
No
|
Nama Siswa
|
Tokoh
|
|
1.
|
Moh.
krisna
|
Kura-kura
|
|
2.
|
Basyiran
A. W. Maku
|
Tupai
|
|
3.
|
Siti
Rahmatia
|
Kelinci
|
|
4.
|
Jelina
R. Widyaningrum
|
Kera
|
|
5.
|
Anissa
putri A. Nasser
|
Narator
|
|
No
|
Nama siswa
|
Mimik
muka dalam pemeranan cerita fabel
|
Gerak-gerik
tubuh dalam pemeranan cerita fabel
|
Bahasa
lisan dalam pemeranan teks fabel
|
Kreatif
dalam pemeranan cerita fabel
|
Nilai
|
Keterangan
|
1.
|
Moh.
krisna
|
2
|
3
|
3
|
2
|
62
|
Tidak
tuntas
|
2.
|
Basyiran
A. W. Maku
|
3
|
3
|
4
|
3
|
81
|
Tuntas
|
3.
|
Siti
Rahmatia
|
3
|
3
|
3
|
3
|
75
|
Tuntas
|
4.
|
Jelina
R. Widyaningrum
|
4
|
3
|
4
|
3
|
87
|
Tuntas
|
5.
|
Anissa
putri A. Nasser
|
3
|
3
|
4
|
3
|
81
|
tuntas
|
|
Skor Rata-Rata
|
386: 5= 77
|
Tuntas
|
Kelompok 3
No
|
Nama Siswa
|
Tokoh
|
|
1.
|
Khairunnisa
dali
|
Kura-kura
|
|
2.
|
Hazwa
|
Tupai
|
|
3.
|
Amelia
Daulima
|
Kelinci
|
|
4.
|
Fadli
H. Putra
|
Kera
|
|
5.
|
Mahabekti
Dendra Winanrto
|
Narator
|
|
No
|
Nama siswa
|
Mimik
muka dalam
pemeranan
cerita fabel
|
Gerak-gerik
tubuh dalam pemeranan cerita fabel
|
Bahasa
lisan dalam pemeranan cerita fabel
|
Kreatif
dalam pemeranan cerita fabel
|
Nilai
|
Keterangan
|
1.
|
Khairunnisa
dali
|
2
|
4
|
3
|
3
|
75
|
Tuntas
|
2.
|
Hazwa
|
3
|
3
|
4
|
2
|
75
|
Tuntas
|
3.
|
Amelia
Daulima
|
2
|
3
|
4
|
2
|
68
|
Tidak
tuntas
|
4.
|
Fadli
H. Putra
|
3
|
3
|
4
|
3
|
81
|
Tuntas
|
5.
|
Mahabekti
Dendra Winanrto
|
2
|
2
|
3
|
3
|
62
|
Tidak
tuntas
|
|
Skor Rata-Rata
|
361: 5= 72
|
Tidak tuntas
|
Kelompok 4
No
|
Nama Siswa
|
Tokoh
|
|
1.
|
Pretty
Zellyn Queta Derek
|
Kura-kura
|
|
2.
|
Annisa
Zahra Sabhira
|
Tupai
|
|
3.
|
Novia
Ramadani Taha
|
Kelinci
|
|
4.
|
Amarullah
Bin E. Naway
|
Kera
|
|
5.
|
Gabriel
Marrew Wiyoto
|
Narator
|
|
No
|
Nama siswa
|
Mimik
muka dalam pemeranan cerita fabel
|
Gerak-gerik
tubuh dalam pemeranan cerita fabel
|
Bahasa
lisan dalam pemeranan cerita fabel
|
Kreatif
dalam pemeranan cerita fabel
|
Nilai
|
Keterangan
|
1.
|
Pretty
Zellyn Queta Derek
|
2
|
3
|
3
|
3
|
68
|
Tidak
tuntas
|
2.
|
Annisa
Zahra Sabhira
|
3
|
3
|
3
|
3
|
75
|
Tuntas
|
3.
|
Novia
Ramadani Taha
|
4
|
3
|
4
|
3
|
87
|
Tuntas
|
4.
|
Amarullah
Bin E. Naway
|
3
|
2
|
4
|
3
|
75
|
Tuntas
|
5
|
GabrielMarrew
Wiyoto
|
3
|
3
|
3
|
3
|
75
|
tuntas
|
|
Skor Rata-Rata
|
380: 5= 76
|
Tuntas
|
Kelompok 5
No
|
Nama Siswa
|
Tokoh
|
|
1.
|
Rabyatul
Adwiyah Yusuf
|
Kura-kura
|
|
2.
|
Dhea
Putri Puluhulawa
|
Tupai
|
|
3.
|
Aurelia
|
Kelinci
|
|
4.
|
Susi
Safitri Kaharu
|
Kera
|
|
5.
|
Febrianti
Napu
|
Narator
|
|
No
|
Nama siswa
|
Mimik
muka dalam pemeranan cerita fabel
|
Gerak-gerik
tubuh dalam pemeranan cerita fabel
|
Bahasa
lisan dalam pemeranan cerita fabel
|
Kreatif
dalam pemeranan cerita fabel
|
Nilai
|
Keterangan
|
1.
|
Rabyatul
Adwiyah Yusuf
|
2
|
3
|
4
|
3
|
75
|
Tidak
|
2.
|
Dhea
Putri Puluhulawa
|
3
|
3
|
3
|
3
|
75
|
Tuntas
|
3.
|
Aurelia
|
2
|
3
|
4
|
3
|
75
|
Tuntas
|
4.
|
Susi
Safitri Kaharu.
|
4
|
3
|
4
|
3
|
87
|
Tuntas
|
5.
|
Febrianti
Napu
|
3
|
3
|
4
|
4
|
87
|
Tuntas
|
|
Skor Rata-Rata
|
399: 5= 79
|
Tuntas
|
Penilaian di atas
dilihat berdasarkan hasil dari pemeranan siswa, yang dinilai dengan sitrumen
penilai yang sudah ditentukan sebagai patokan penilaian seperti pada tabel
diatas. Kelompok 1 mendapatkan nilai skor rata-rata 76, kelompok 2 mendapatkan
nilai skor rata-rata 77, kelompok 3 mendapatkan nilai skor rata-rata 72,
kelompok 4 mendapatkan nilai skor rata-rata 76, dan kelompok 5 mendapatkan
nilai skor rata-rata 79. Dari ke 5 kelompok yang sudah di gambarkan diatas,
dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VII.5 SMP N 1 Limboto sudah mampu dalam
memerankan isi cerita fabel dengan baik dan benar.
4.1.3 Faktor-Faktor
Penghambat dalam Penerapan Strategi Pembelajaran Role Playing dalam Pelajaran Memerankan Isi Cerita Fabel pada Siswa
Kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto.
Berdasarkan
hasil yang telah di hadapi dalam melaksananakan penelitian di SMP N 1 Limboto.
Faktor-faktor penghambat dalam menerapkan strategi role playing dalam pemnelajaran memerankan isi cerita fabel adalah
sebagai berikut.
1. Fasilitas
yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran belum memadai seperti LCD, sehingga
pada saat penerapan pembelajaran yang sudah direncanakan tidak berjalan sesuai rencana. Seperti pada kegiatan
awal pembelajaran seharusnya guru memperlihatkan video teks cerita fabel dengan
menggunakan LCD agar gambar bisa dilihat sekaligus olah siswa, tetapi karena
keterbatasan fasilitas membuat guru kesulitan dalam memperlihatkan video.
2. Siswa
sering keluar masuk ruangan sehingga dalam proses pembelajaran terganggu. Hal
tersebut juga mengakibatkan siswa tersebut tidak konsentrasi dalam penerimaan
materi. Bahkan siswa tersebut tidak ada
materi yang masuk sama sekali dalam otaknya.
3. Siswa
kesulitan menghapal dialok teks cerita fabel, hal ini dikarenakan dialok dalam
teks cerita fabel sedikit panjang. Sementara proses pembelajaran memerankan
teks cerita fabel berlangsung kebanyakan siswa mengeluh merasa kesulitan untuk
menghapalnya.
4. Waktu
yang digunakan dalam pembelajaran cukup lama, sehingga satu kali pertemuan saja
tidak cukup. Di dalam pembelelajaran memerankan isi cerita fabel memang harus
membutuhkan waktu yang sangat banyak, karena mempersiapkan segalah hal untuk
pemeranannya saja banyak menyita waktu. Belum lagi waktu pementasannya.
4.1.4 Upaya yang
Dilakukan untuk Mengatasi Masalah yang Timbul Dalam Penerapan Strategi Pembelajaran
Role Playing Dalam Pelajaran
Memerankan Isi Cerita Fabel Pada Siswa Kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto.
Adapun
upaya-upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi semua faktor-faktor masalah
yang timbul dalam proses pembelaran berlangsung yaitu sebagai berikut.
1. Upaya
untuk mengatasi permasalahan dalam proses pembelajaran memerankan isi cerita
fabel mengenai fasilitas yang tidak memadai, khususnya berupa LCD. Perencanaan awal
guru memperlihatkan video dengan menggunakan laptop yang disambungkan ke LCD
agar siswa sekaligus dapat melihat video tersebut. Tetapi kenyataannya LCD yang
diharapkan tidak ada. Maka dari itu solusinya dengan cara memutar video
tersebut dengan menggunakan laptop saja. Di dalam satu kelompok pemutaran video
tersebut cukup mereka melihat satu menit saja sudah cukup, yang penting inti
dari maksud pemutaran video tersebut sudah dipahami oleh siswa.
2. Di
dalam proses pembelajaran strategi role
playing yang sudah diterapkan, ada beberapa siswa yang masih keluar masuk
dalam ruangan karena merasa bosan. Maka dari itu guru manggulanginya dengan
cara, dalam proses pembelajaran jangan terlalu tegang. Dengan sesekali
mengaitkan materi teks cerita fabel yang lucu siswa tersebut tidak akan bosan
menerima materi.. Hal tersebut membuat siswa tersebut tidak akan keluar masuk
kelas lagi.
3. Kendala
yang didapati oleh siswa dari proses pembelajaran memerankan isi cerita fabel
yang sudah dilakukan, yaitu salah satunya mengenai menghapal dialog naskah
cerita fabel. Maka dari itu solusi yang diterapkan guru dengan cara memberi
tahukan kepada masing-masing kelompok boleh mengubah panjang dialognya
sekreatif mungkin. Tetapi alurnya tidak lari dari teks cerita fabel yang sudah
ditentukan.
4. Seperti
yang sudah dijelaskan di atas, di dalam ”penerapan strategi role
playing dalam pembelajaran memerankan isi cerita fabel” memerlukan waktu
yang cukup banya. Maka guru membuat dua kali pertemuan agar tercapainya tujuan
pembelajaran. Dengan waktu dua kali pertemuan ini siswa dapat dengan mudah
mempelajari pemeranan cerita fabel. Tetapi juga pembagian waktu untuk
tahapan-tahapan haruslah teliti agar dapat berjalan dengan baik
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil
penerapan strategi role playing yang sudah diterapkan dalam pembelajaran
memerankan cerita fabel pada kelas VII SMP Negeri 1 Limboto peneliti melihat
empat aspek yang menjadi fokus
pembahasan dalam penilitian; 1) Bagaimanakah penerapan strategi pembelajaran Role Playing dalam pelajaran memerankan
isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto; 2) Bagaimanakah
kemampuan siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto dalam memerankan isi fabel
terhadap penerapan strategi pembelajaran role
playing; 3) Apa saja faktor-faktor penghambat dalam penerapan strategi
pembelajaran Role Playing dalam
pelajaran memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1
Limboto; 4) Upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul
dalam penerapan strategi pembelajaran role
playing dalam pelajaran memerankan isi cerita fabel pada siswa kelas VII.5
SMP Negeri 1 Limboto.
5.1 Penerapan
Strategi Role Playing dalam
Pembelajaran Memerankan Isi Cerita Fabel pada Kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto.
50
|
Dalam penerapan
strategi role playing yang sudah
diterapkan oleh guru pada kegiatan pendahuluan sudah berjalan dengan baik. Pada
kegiatan pendahuluan, guru memperlihatkan video cerita fabel “Serigala dan
tujuh orang anak Kambing” kepada siswa-siswa. Siswa-siswa memperhatikan video
tersebut dengan tenang. Video tersebut sangat menarik perhatian siswa. Pada
kegiatan ini guru dituntut menyiapkan situasi kelas agar tidak ribut atau
siswa-siswa dalam posisi tenang, agar video yang ditonton bisa cepat dimengerti
oleh siswa. Hal ini sangatlah penting, karena pada kegiatan ini diharapkan
dapat membangun pemahaman awal siswa dalam proses penentu pembelajaran
selanjutnya.
Pada kegiatan inti dalam penerapan
strategi role playing dalam
pembelajaran memerankan isi cerita fabel pada kelas VII SMP Negeri 1 Limboto diawali dengan memanggil siswa-siswa
untuk melakon skenario isi cerita fabel. Dalam pelakonannya siswa dituntut agar
dapat melakonkan sekreatif mungkin. Hanya saja ada beberapa kesalahan seperti
lupa dialog dan sesekali tertawa. Hal ini disebabkan latihan yang dilakukan
oleh siswa-siswa tidak serius. Tetapi pada kegiatan ini, siswa-siswa yang melakonkan sudah cukup
baik. Setelah itu dilanjutkan dengan proses tanya jawab. Dalam proses tanya
jawab ada beberapa siswa yang bertanya mengenai pemeranan isi cerita fabel. Hal
ini dapat dilihat bahwa sisiwa-siswa ada rasa ingin tahu terhadap pemeranan
yang benar. Proses tanya jawab ini juga dilakukan guru agar, siswa yang tidak
mengerti pemeranan yang sudah dilakukan di awal tadi bisa ditanyakan kepada
guru dan guru akan memberikan pemahaman.
Tahapan
selanjutnya guru memberikan teks drama “ si Kelinci dan si Kera” yang nantinya
mereka akan lakonkan. Siswa-siswa mendikusikan cara memerankanya dan tidak lupa
konsultasi dengan guru. Ada beberapa siswa yang berebutan karena saling rampas
peran dengan alasan dialognya terlalu panjang. Disinilah guru berperan, dengan
cara mengatakan kalian bisa rubah panjang dialognya, tetapi dengan persyaratan
alur ceritanya tidak lari dari cerita yang sudah ditetapkan.
Pada
kegiatan selanjutnya, disinilah guru melakukan penilaian kemampuan siswa kelas
VII.5 SMP N 1 Limboto dalam memerankan isi cerita fabel “si Kelinci dan si
Kera”. Penilaian guru dilakukan pada saat masing-masing kelompok melakonkan
skenario isi cerita fabel yang sudah dipelajari. Tahapan strategi ini sejalan
seperti apa yang dikatakan Huda (2014: 208-209) Strategi role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang
didalamnya ada tujuan dan ada tujuan. Dalam rencana pembelajaran, siswa
dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu
pembelajaran berada di dalam kelas.
Dalam pelakonan isi cerita fabel yang dilakukan siswa kelas VII.5 ini sudah
baik, hanya saja masih ada beberapa yang masih salah. Salah satunya mengenai
mimik muka, dalam pelakonan ada beberapa siswa yang tersenyum terus dari awal
sampai akhir. Walaupun yang karakter tokoh yang diperankannya dalam keadaan
marah. Ada juga siswa dalam pemeranannya mengenai aspek gerak tubuh masih
terbilang kurang baik. Siswa itu dikatakan kurang baik karena dalam
pemeranannya posisinya dalam keaadan istirahat ditempat terus. Hal ini terjadi
karena kurangnya perhatian siswa sehingga pemahamannya tentang pemeranan masih
kurang. Maka dari itu, di dalam strategi role
playing sangat membutuhkan kreativitas guru dan murid agar proses
pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaraan tercapai.
Pada
tahapan terakhir yaitu penyampaian kritikan terhadap masing-masing kelompok.
Masing-masing kelompok saling bertukaran untuk menerima kritikan dari kelompok
lain. Siswa pada masing-masing kelompok dalam penyampaiyan kritikan sudah baik.
Siswa-siswa sudah santun dalam berbahasa sehingga kelompok yang dikomentari
dapat menerima kritikan dengan baik. Sebenarnya dalam tahapan ini fungsinya
yaitu agar kritikan-kritikan masing-masing kelompok mengetahui segala
kekurangan dalam pelakonan isi cerita fabel yang sudah diperankan agar nantinya
dijadikan pelajaran. Pada bagian penutup sudah berjalan dengan lancar, dari
bagian penyimpulan sampai salam penutup.
Dari
penjelasan pembahasan di atas dapat kita dilihat bahwa strategi role playing harus dilakukan dengan
situasi yang tepat, membangun suasana mendukung agar siswa dalam pelakonannya
tidak merasa malu, mengelola situasi kelas dengan cara sebaik-baiknya, dan
mengajarakan mendengarkan secara efektif kemudian menafsirkan dengan tepat apa
yang mereka lihat dan dengarkan.
5.2 Hasil
Kemampuan Siswa Kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto dalam Memerankan Isi Cerita
Fabel Terhadap Penerapan Strategi Pembelajaran Role Playing.
Berdasarkan hasil
penilitian yang sudah diterapkan pada siswa kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto
dalam pembelajaran memerankan isi cerita fabel dengan strategi role playing, kemampuan siswa dapat
dikatergorikan sudah baik. Penilaian ini dilihat dari beberapa aspek yang sudah
ditentukan guru seperti mimik muka, gestur, bahasa lisan, dan penyajian
kreatif. Maka dari itu kemampuan memerankan isi cerita fabel pemaparannya
sebagai berikut.
Kelompok 1 beranggotakan
5 orang siswa yang masing masing memerankan peran tokoh yang sudah ditentukan.
Berikut ini pemaparan penilaian yang didapatkan guru dalam pemeranan kelompok 1.
Dalam pemeranan dilihat dari aspek gerak-gerik tubuh ada 2 orang siswa yaitu
Riski Idris dan Reski Nento yang mendapatkan nilai berketerangan cukup
dikarenakan tidak sesuai. Di dalam pemeranannya, 2 siswa tersebut dalam
memerankan dengan posisi siap, maka dari itu 2 siswa tersebut mendapat
keterangan cukup. Dilihat dari aspek mimik muka ada 1 orang siswa yaitu Reski
Nento yang mendapat nilai dengan keterangan cukup, karena dalam memerankan
siswa tersebut hanya tersenyum terus. Selain siswa yang dijelaskan di atas
sudah baik dan sangat baik dalam pemeranan dilihat dari segala aspek penilaian
yang sudah ditetapkan. Berdasarkan hasil perhitungan dari masing-masing siswa
dalam penilaian kelompok 1 mendapatkan nilai mencapai standar yaitu 75.
Kelompok 2
beranggotakan 5 orang siswa yang masing masing memerankan peran tokoh yang
sudah ditentukan. Berikut ini pemaparan penilaian yang didapatkan guru dalam
pemeranan kelompok 2. Dalam pemeranannya dilihat dari aspek mimik muka dan
kreatif dalam pemeranan ada 1 orang
siswa yaitu Moh. Krisna mendapatakan nilai dengan keterangan cukup, karena
dalam pemeranannya siswa ini hanya tersenyum terus dan seperti tidak dijiwai
pemeranan tokohnya. Selain siswa yang dijelaskan di atas mendapatkan nilai
bagus denagn keterangan sudah baik dan
sangat baik dalam pemeranan dilihat dari segala aspek penilaian yang sudah
ditetapkan. Berdasarkan hasil perhitungan dari masing-masing siswa dalam
penilaian kelompok 2 mendapatkan nilai mencapai di atas standar yaitu 77.
Kelompok 3
beranggotakan 5 orang siswa yang masing masing memerankan peran tokoh yang
sudah ditentukan. Berikut ini pemaparan penilaian yang didapatkan guru dalam
pemeranan kelompok 3. Dalam pemeranannya dilihat dari aspek mimik muka ada 3
orang yaitu Khairunnisa, Amelia, dan Mahabekti mendapatkan nilai dengan
keterangan cukup. Hal ini dikarenakan dalam memerankan mereka ada yang hanya
tegang terus mukanya dan ada yang tersenyum terus. Dilihat dari aspek
gerak-gerik tubuh ada 1 orang yaitu Mahabekti mendapat nilai dibawah dengan
ketengan cukup. Hal ini dikarenakan siswa tersebut dalam memerankan hanya
dengan posisi istirahat ditempat. Dilihat dari kretif dalam pemeranan ada 2
orang siswa yaitu Hazwa dan Amelia yang mendapatkan nilai dibawah dengan
ketengan cukup, karena 2 siswa ini tidak serius dalam pemeranan. Selain siswa
yang dijelaskan di atas mendapatkan nilai bagus dengan keterangan sudah baik
dan sangat baik dalam pemeranan dilihat dari segala aspek penilaian yang sudah
ditetapkan. Berdasarkan hasil perhitungan dari masing-masing siswa dalam
penilaian kelompok 3 mendapatkan nilai mencapai di bawah standar yaitu 72.
Kelompok 4
beranggotakan 5 orang siswa yang masing masing memerankan peran tokoh yang
sudah ditentukan. Berikut ini pemaparan penilaian yang didapatkan guru dalam
pemeranan kelompok 4. Dilihat dari aspek mimic muka hanya terdapat 1 orang
yaitu Pretty yang mendapatkan nilai dibawah dengan keterangan cukup. Hal ini
karena pemeranan pretty tidak sesuai mimik muka dalam tokoh yang diperankan.
Dilihat dari aspek gerak-gerik tubuh mendapatkan keterangan cukup, karena
gerak-gerik dalam pemeranannya tidak sesuai. Selain siswa yang dijelaskan di
atas mendapatkan nilai bagus dengan keterangan sudah baik dan sangat baik dalam
pemeranan dilihat dari segala aspek penilaian yang sudah ditetapkan. Berdasarkan
hasil perhitungan dari masing-masing siswa dalam penilaian kelompok 4
mendapatkan nilai mencapai di atas standar yaitu 76.
Kelompok 5
beranggotakan 5 orang siswa yang masing masing memerankan peran tokoh yang
sudah ditentukan. Berikut ini pemaparan penilaian yang didapatkan guru dalam pemeranan
kelompok 5. Dilihat dari aspek mimik muka hanya 2 orang siswa yaitu Pebrianti
dan Dhea putri yang mendapatkan ketengan dcukup, karena mimik muka hanya
tersenyum terus dalam memerankan. Selain siswa yang dijelaskan di atas
mendapatkan nilai bagus dengan keterangan sudah baik dan sangat baik dalam
pemeranan dilihat dari segala aspek penilaian yang sudah ditetapkan.
Berdasarkan hasil perhitungan dari masing-masing siswa dalam penilaian kelompok
5 mendapatkan nilai mencapai di atas standar yaitu 79.
Berdasarkan strategi
pembelajaran yang sudah diterapan diatas maka dapat dilihat kemampuan siswa kelompok
1 dan 3 mendapatkan nilai 75, kelompok 2 mendapatkan nilai 82, dan kelompok 4
mendapatkan nilai 78. Dari ke 4 kelompok yang sudah di gambarkan diatas, dapat
disimpulkan bahwa siswa kelas VII.5 SMP N 1 Limboto sudah cukup baik dalam
memerankan isi cerita fabel dengan baik dan benar.
5.3 Faktor-Faktor
Penghambat dalam Penerapan Strategi Pembelajaran Role Playing dalam Pelajaran Memerankan Isi Cerita Fabel pada Siswa
Kelas VII.5 SMP Negeri 1 Limboto.
Di dalam proses
pelaksanaan pembelajaran role playing terdapat
penghambat sebagai berikut. Fasilitas
yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran belum memadai seperti LCD, sehingga
pada saat penerapan pembelajaran yang sudah direncanakan tidak berjalan sesuai rencana. Seperti pada
kegiatan awal pembelajaran seharusnya guru memperlihatkan video teks cerita
fabel dengan menggunakan LCD agar gambar bisa dilihat sekaligus olah siswa,
tetapi karena keterbatasan fasilitas membuat guru kesulitan dalam
memperlihatkan video. Dengan terpaksa guru berjalan sambil memperlihatkan
satu-persatu kepada siswa video
tersebut, agar video tersebut dapat dilihat oleh semua siswa.
Siswa
sering kaluar masuk ruangan sehingga dalam proses pembelajaran terganggu. Hal
tersebut juga mengakibatkan siswa tersebut tidak konsentrasi dalam penerimaan
materi. Bahkan siswa tersebut tidak ada
materi yang masuk sama skali dalam otaknya, karena ketika siswa tersebut
memperhatikan materi dari awal pastinya akan memperhatikan sampai kemateri
akhir. Tanpa sering keluar masuk rungan.
Siswa
kesulitan menghapal dialok teks cerita fabel, hal ini dikarenakan dialok dalam
teks cerita fabel sedikit panjang. Sementara proses pembelajaran memerankan
teks cerita fabel berlangsung kebanyakan siswa mengeluh merasa kesulitan untuk
menghapalnya.
Waktu
yang digunakan dalam pembelajaran cukup lama, sehingga satu kali pertemuan saja
tidak cukup. Di dalam pembelelajaran memerankan isi cerita fabel memang harus
membutuhkan waktu yang sangat banyak, karena mempersiapkan segalah hal untuk
pemeranannya saja banyak menyita waktu. Belum lagi waktu pementasannya. Pada
waktu pementasan membutuhkan 5 menit untuk 1 kelompok sedangkan ada 5 kelompok
yang akan pentas. Dengan ini dapat tergambar bahwa waktu yang diperlukan dalam
proses pembelajaran cukup lama.
5.4. Upaya dalam
Mengatasi Hambatan dalam Pembelajaran Memerankan Isi Cerita Fabel pada Kelas
VII SMP Negeri 1 Limboto.
Pembahsan
yang pertama mengenai upaya untuk mengatasi permasalahan dalam proses
pembelajaran memerankan isi cerita fabel mengenai fasilitas yang tidak memadai,
khususnya berupa LCD. Perencanaan awal guru memperlihatkan video dengan
menggunakan laptop yang disambungkan ke LCD agar siswa sekaligus dapat melihat
video tersebut. Tetapi kenyataannya LCD yang diharapkan tidak ada. Maka dari
itu solusinya dengan cara memutar video tersebut dengan menggunakan laptop
saja. Di dalam satu kelompok pemutaran video tersebut cukup mereka melihat satu
menit saja sudah cukup, yang penting inti dari maksud pemutaran video tersebut
sudah dipahami oleh siswa. Inti dari maksud pemutaran video ini yaitu agar siswa
sudah ada pemahaman awal tentang kegiatan yang mereka akan lakukannyaa nanti
yaitu memerankan cerita fabel seperti yang terdapat dalam video. Dengan
menggunakan media audio visual atau video murid akan cepat paham. Kesimpulannya
video tersebut sangatlan mendukung keberhasilan pembelajaran.
Selanjutnya
menyambung pembahasan mengenai upaya yang dilakukan guru di dalam proses
pembelajaran, masalah selanjutnya terdapat pada siswa. Di dalam proses
pembelajaran strategi role playing yang
sudah diterapkan, ada beberapa siswa yang masih keluar masuk dalam ruangan
karena merasa bosan. Maka dari itu guru manggulanginya dengan cara, dalam
proses pembelajaran jangan terlalu tegang. Dengan sesekali mengaitkan materi
teks cerita fabel yang lucu siswa tersebut tidak akan bosan menerima materi.
Contohnya penjelasan tentang kelakuan binatang yang terasa lucu di dengar. Hal
tersebut membuat siswa tersebut tidak akan keluar masuk kelas lagi.
Adapun
kendala yang didapati oleh siswa dari proses pembelajaran memerankan isi cerita
fabel yang sudah dilakukan, yaitu mengenai menghapal dialog naskah cerita
fabel. Maka dari itu solusi yang diterapkan guru dengan cara memberi tahukan
kepada masing-masing kelompok boleh mengubah panjang dialognya sekreatif mungkin.
Tetapi alurnya tidak lari dari teks cerita fabel yang sudah ditentukan. Agar
lebih lancar nantinya dalam pementasan guru memberikan siswa teks dialog cerita
fabel untuk mereka bawa diruma dan pementasannya pada pertemuan berikut.
Seperti
yang sudah dijelaskan di atas, di dalam ”penerapan strategi role
playing dalam pembelajaran memerankan isi cerita fabel” memerlukan waktu
yang cukup banyak. Maka guru membuat dua kali pertemuan agar tercapainya tujuan
pembelajaran. Dengan waktu dua kali pertemuan ini siswa dapat dengan mudah
mempelajari pemeranan cerita fabel. Tetapi juga pembagian waktu untuk
tahapan-tahapan haruslah teliti agar dapat berjalan dengan baik.
Tahapan-tahapan yang dimaksud ialah dari menampilkan pemeranan pada awal
pembelajaran, merencanakan semua fasilitas berupa properti dalam pemeranan
nantinya, tahap pementasan masing-masing kelompok, dan hasil pemaparan
penilaian terhadap kelompok lain.
PENUTUP
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah diuraikan
dan dibahas sebelumnya, maka pada penelitian ini dapaat disimpulkan sebagai
berikut.
1)
Penerapan strategi role playing dalam pembelajaran memerankan isi cerita fabel pada
kelas VII SMP N 1 Limboto sudah cukup baik. Hal ini bisa dilihat dari beberapa
aspek yang telah dipenuhi siswa dalam memerankan isi cerita fabel.
2)
Kemampuan siswa dalam memerankan isi
cerita fabel sudah cukup baik dan bisa dikatakan sudah mampu, hal ini dilihat
dari pemeranan siswa kelas VII.5 SMP N 1 Limboto yang sudah sesuai yaitu mimik
muka, gerak-gerik tubuh, intonasi, dan kreatif dalam pemeranan.
3)
Dalam pelaksanaan pembelajaran
menggunakan strategi role playing ada
beberapa faktor-faktor penghambat dalam pembelajaran meliputi fasilitas yang kurang
mendukung, siswa keluar masuk kelas, kesulitan menghafal dialok yang ada dalam
teks cerita fabel, dan proses pembelajaran memerlukan waktu yang cukup lama.
4)
Upaya
dalam mengatasi masalah-masalah diatas sebagai berikut. Menyiapkan fasilitas
untuk menjaga ketika dalam proses pembelajaran berlangsung berjalan dengan
lancar. Mengarahkan siswa yang kelaur masuk kelas, agar siswa tersebut tidak
ketinggalan materi dan terfokus dalam menerima materi yang sedang diajarkan. Sudah
memberikan siswa teks dialog cerita fabel untuk pertemuan berikutnya.
61
|
6.2
Saran
Berdasarkan
hasil penelitian penerapan strategi role
playing dalam pembelajaran memerankan isi cerita fabel pada kelas VII SMP N
1 Limboto, maka peneliti menyarankan agar :
1)
Diharapkan guru dalam menerapkan
strategi role playing agar lebih
kretif dalam menyiapkan perangkat pembelajaran.
2)
Guru memberikan motivasi kepada siswa,
agar siswa lebih percaya diri dalam memerankan isi cerita fabel.
3)
Guru secara maksimal membimbing siswa
agar pembelajaran memerankan isi cerita fabel berjalan dengan baik dan terarah.
Komentar
Posting Komentar